Jakarta (ANTARA) - PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskan komitmennya dalam memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi petani, salah satunya melalui strategi revitalisasi industri pupuk untuk mengefisienkan penggunaan gas.
“Ke depan kami melakukan revitalisasi, karena pabrik-pabrik kami sudah tua. Kami sudah lama tidak melakukan pembangunan pabrik. Untuk merevitalisasi itu butuh Rp54 triliun (tetapi tetap) akan kami lakukan,” ujar Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Efisiensi tersebut memungkinkan Pupuk Indonesia menekan biaya produksi, sehingga harga pupuk subsidi dan nonsubsidi bagi petani tetap terjangkau.
Di sisi lain, kehadiran pabrik yang modern dan andal juga dapat memperkuat kontinuitas pasokan pupuk jangka panjang, sehingga kebutuhan pupuk petani dapat terpenuhi secara konsisten.
Rahmad mencontohkan, saat ini, dari 15 pabrik urea yang dimiliki Pupuk Indonesia, delapan di antaranya telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Kondisi tersebut membuat rata-rata konsumsi gas untuk memproduksi 1 ton urea mencapai 28 MMBTU, lebih tinggi dibandingkan standar global.
Bahkan, khusus untuk delapan pabrik berusia di atas 30 tahun, konsumsi gas rata-rata bisa mencapai 32,2 MMBTU per ton urea.
“Untuk urea saat ini rasio konsumsi energi kami tinggi sekali, rata-rata rasio konsumsi gas itu adalah 28 MMBTU per ton urea,” kata Rahmad.
Oleh karena itu, revitalisasi industri pupuk menjadi langkah kunci Pupuk Indonesia untuk menjawab tantangan kondisi pabrik yang sudah tua dan tidak efisien tersebut.
Melalui revitalisasi, konsumsi gas di Pupuk Indonesia Grup diproyeksikan dapat ditekan menjadi 25 MMBTU per ton urea pada 2035.
Efisiensi ini akan mampu menurunkan biaya produksi, sekaligus memungkinkan Pupuk Indonesia menyediakan pupuk dengan harga lebih terjangkau bagi petani.
Sebagai bagian dari langkah revitalisasi ini, Pupuk Indonesia telah memulai pembangunan Pabrik Pusri IIIB melalui PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri).
Dengan target penyelesaian pada tahun 2027, Pusri IIIB akan menggantikan pabrik lama sekaligus menghadirkan infrastruktur modern yang mampu meningkatkan efisiensi konsumsi gas dari 32 MMBTU per ton menjadi 21,7 MMBTU per ton urea.
Efisiensi tersebut setara dengan penghematan biaya produksi sekitar Rp1,5 triliun per tahun.
“Keberadaan pabrik ini akan menjadikan Pusri sebagai perusahaan pupuk tertua, tetapi dengan rata-rata umur pabrik yang paling muda dan paling efisien,” kata Rahmad.
Baca juga: Pupuk Indonesia sediakan 246,9 ribu ton pupuk untuk wilayah timur
Baca juga: Wamentan: Inovasi Pupuk Indonesia dorong efisiensi kawal swasembada
Baca juga: Mentan sebut tata kelola distribusi pupuk subsidi terus disempurnakan
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.