Jakarta (ANTARA) - Peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober, bukan sekadar seremoni sejarah. Peringatan ini harus menjadi momentum reflektif bagi bangsa Indonesia, terutama generasi muda, untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan, persatuan, dan tanggung jawab terhadap warisan sejarah bangsa.
Sumpah Pemuda 1928 lahir dari kesadaran kolektif generasi muda akan pentingnya identitas bersama di tengah keberagaman. Tiga ikrar Sumpah Pemuda, bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan, menjadi simbol kematangan berpikir para pemuda pada masa itu.
Di tengah derasnya arus globalisasi informasi dan perubahan cara manusia menyimpan pengetahuan, bangsa ini menghadapi tantangan baru, yakni krisis memori kolektif. Arsip sebagai sumber ingatan bangsa sering kali terabaikan, bahkan terancam hilang karena lemahnya sistem pengelolaan dan kesadaran terhadap pentingnya kearsipan.
Kasus belum diserahkannya arsip Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menjadi cermin nyata upaya menyelesaikan masalah struktural tersebut. Arsip bukanlah sekadar dokumen administratif, melainkan bukti autentik perjalanan bangsa, sumber legitimasi hukum, dan penopang akuntabilitas publik nasional.
Hilangnya arsip berarti hilangnya sebagian dari ingatan bangsa. Dalam konteks inilah, nilai-nilai Sumpah Pemuda perlu dihidupkan kembali sebagai dasar moral dan filosofis untuk menegakkan kedaulatan arsip nasional yang kuat dan berdaulat.
Kedaulatan arsip
Sumpah Pemuda mengandung tiga nilai utama: persatuan, identitas, dan kesadaran atas keberagaman. Ketiganya dapat ditafsirkan secara kontekstual dan memiliki hubungan erat dengan isu kedaulatan arsip di era modern, saat ini.
Pertama, "Satu Nusa" adalah wujud kedaulatan wilayah informasi dan arsip. Ikrar "bertumpah darah satu, tanah air Indonesia" bukan hanya menegaskan batas geografis, tetapi juga menuntut kedaulatan atas seluruh ruang kehidupan bangsa, termasuk ruang digital dan arsip nasional yang strategis.
Dalam konteks modern, "tanah air" mencakup ruang siber tempat data dan arsip disimpan. Dalam konteks kearsipan, Tanah Air Indonesia harus dapat dibuktikan dengan arsip batas wilayah yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Ketika lembaga negara atau institusi publik menyimpan arsip digital di server asing atau tidak menyerahkan arsip statis ke ANRI, hal itu sesungguhnya merupakan indikasi tergerusnya kedaulatan arsip. Kedaulatan arsip berarti memastikan bahwa seluruh data dan dokumen penting negara tersimpan aman, dikelola sesuai standar nasional, dan berada di bawah otoritas bangsa sendiri, tanpa campur tangan asing.
Kedua, "Satu Bangsa" sebagai wujud identitas kolektif melalui memori nasional. Sumpah "berbangsa satu, bangsa Indonesia" menegaskan pentingnya identitas kolektif. Dalam dunia kearsipan, arsip adalah refleksi identitas itu sendiri yang tidak dapat digantikan.
Arsip menyimpan memori perjuangan, kebijakan, hingga dinamika sosial yang membentuk karakter bangsa. Hilangnya arsip berarti terputusnya rantai sejarah dan identitas nasional. Tanpa arsip, generasi mendatang kehilangan kemampuan untuk memahami masa lalunya secara utuh dan menyeluruh.
Karena itu, penyerahan arsip penting pemerintahan ke ANRI bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga tindakan nasionalistik, menjaga jati diri bangsa melalui pelestarian memori kolektif yang berkelanjutan.
Ketiga, "Satu Bahasa" dapat dimaknai sebagai standardisasi dan interoperabilitas arsip. Ikrar ini, sekaligus menjadi simbol kesatuan sistem komunikasi. Dalam dunia kearsipan, bahasa persatuan dapat diartikan sebagai standardisasi metadata, sistem informasi, dan tata kelola arsip resmi pemerintahan yang seragam.
Tanpa sistem penciptaan arsip dengan bahasa Indonesia yang seragam, arsip akan memiliki banyak makna, sulit diakses, dan rawan kehilangan makna aslinya. Oleh karena itu, dalam konteks kearsipan, penguatan regulasi dan penggunaan standar nasional kearsipan, metadata, serta integrasi sistem e-arsip nasional menjadi bentuk nyata dari semangat "berbahasa satu" yang sesungguhnya.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































