Kota Padang (ANTARA) - Di sebuah pondok kayu sederhana berukuran 4X7 meter, sekelompok orang terlihat sibuk dengan berbagai aktivitas. Ada yang menyiapkan kayu bakar, mengisi air ke dalam drum berukuran besar menggunakan selang, hingga memindahkan tumpukan jerami kering ke salah satu sudut rumah yang bersebelahan dengan pondok kayu.
Tumpukan jerami kering tadi dibagi merata sebelum dicincang. Ada dua perempuan yang telah siap dengan lading di genggamannya. Dengan cekatan, mereka mulai memotong batang padi yang sudah kering itu menjadi potongan-potongan kecil.
Usai sekitar satu jam berlalu, tumpukan jerami yang telah dicincang tersebut kembali dibawa ke pondok kayu untuk direbus di dalam drum besi berwarna perak yang sebelumnya sudah berisikan air mendidih.
Ketua Kelompok Usaha Kompos Sejahtera Bersama (Ukasema) Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Yul Bahri, mengatakan ibu-ibu yang dibantu mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) tersebut sedang membuat bioetanol untuk bahan campuran utama parfum dari jerami padi.
Pengolahan limbah jerami menjadi parfum itu merupakan kegiatan baru bagi masyarakat di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman. Cerita inovatif, sekaligus inspiratif itu berawal dari dua tahun lalu, ketika tim Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Minangkabau melakukan survei lapangan.
Kala itu, Pertamina menanyakan kesediaan masyarakat sekitar terkait pendampingan dan pembinaan berkelanjutan dalam mengikuti program corporate social responsibility (CSR), atau dana tanggung jawab sosial perusahaan.
Pertamina melalui program pengembangan menggagas Sistem Inovasi Cerdas Kelola Limbah (Si Cadiak). Kata Si Cadiak sendiri diserap dari Bahasa Minangkabau, yakni "cadiak", yang berarti pintar atau cerdik.
Program inovasi tersebut memiliki sejumlah kegiatan, yang paling menonjol ialah pengolahan limbah jerami menjadi parfum, hingga pupuk kompos bernilai ekonomis. Selama dua tahun mendapatkan pembinaan dari tim AFT Minangkabau, masyarakat yang tergabung dalam Ukasema, kini sukses memproduksi pupuk kompos sebagai substitusi pupuk kimia, serta parfum dengan beragam aroma.
Dulunya, sebelum bertemu dengan tim Pertamina, para petani di Nagari Padang Toboh Ulakan selalu membakar habis tumpukan jerami agar sawah bisa kembali ditanami. Akan tetapi, langkah itu justru menimbulkan masalah lain.
Kepulan asap hitam yang membumbung tinggi menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat, ketika tertiup angin. Selain itu, asap dari pembakaran jerami secara tidak langsung juga ikut berkontribusi terhadap pemanasan global.
"Dahulu, tumpukan jerami ini kami bakar. Tapi setelah mendapatkan edukasi dan bimbingan dari Pertamina, limbah jerami kini diolah menjadi campuran parfum dan pupuk," kata Yul Bahri.
Sebelum sampai pada titik keberhasilan mengolah limbah menjadi campuran parfum, Yul Bahri mengakui cukup sulit meyakinkan masyarakat. Bahkan, tidak jarang ia mendapat cibiran karena ide itu dianggap tidak masuk akal. Sebab, selama ini masyarakat tahu betul kalau jerami padi mengandung miang, sehingga ketika tersentuh akan menimbulkan rasa gatal atau nyeri pada kulit.
Anggota Ukasema bersama Community Development Officer AFT Minangkabau, Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Wahyu Hamdika (tengah) memasukkan jerami kering ke karung untuk proses pembuatan bioetanol di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. ANTARA/Muhammad ZulfikarIa memahami, untuk mengubah pola pikir seseorang butuh waktu dan harus dilakukan secara bertahap lewat pembuktian di lapangan. Lambat laun, tekad Yul Bahri bersama kelompoknya mulai membuahkan hasil. Ia sukses mengajak dan merangkul masyarakat lainnya untuk membentuk kelompok yang kini dinamai Ukasema untuk membuat parfum dari jerami padi.
Awalnya, Yul Bahri juga tidak yakin jerami bisa menjadi campuran parfum, tapi setelah mendapatkan pembekalan dan pelatihan, dia mulai tahu dan yakin.
Saat ini, Ukasema terus aktif memproduksi parfum, hingga kompos dari jerami padi. Bahkan, kelompok tersebut sudah sanggup menebus satu karung jerami kering dengan bobot 50 kilogram dengan harga Rp15 ribu. Masyarakat juga bisa menjual atau mengantarkan langsung jerami kering ke sekretariat Ukasema di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, dengan imbalan pundi-pundi rupiah.
Pada Festival Tani di Nagari Padang Toboh Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, yang berlangsung 16-17 Agustus 2025, kelompok itu berhasil menjual puluhan botol parfum dari jerami padi. Untuk jangka panjang, kelompok binaan Pertamina tersebut bertekad memproduksi lebih banyak parfum jerami agar dapat memenuhi permintaan konsumen.
Kini, semua anggota kelompok itu sudah tidak ragu lagi untuk bermimpi kalau suatu saat parfum ini bisa menembus pasar internasional.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































