Maulid Nabi, meneladani spiritualitas ekonomi Rasulullah

2 weeks ago 9
Semangat Maulid Nabi menjadi cahaya yang menuntun Indonesia menuju ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan bermartabat, sehingga kesejahteraan tidak hanya menjadi angka statistik, tetapi benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat

Jakarta (ANTARA) - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar mengenang kelahiran seorang tokoh besar, nabi akhir zaman yang membawa perubahan pada kehidupan dan peradaban umat manusia, tetapi juga menjadi momentum untuk meneladani nilai-nilai luhur yang beliau ajarkan.

Salah satu aspek penting yang sering luput dari perhatian, terutama pada momen Maulid Nabi, adalah konsep ekonomi yang Rasulullah bangun berbasis keadilan, kejujuran, dan inklusivitas.

Dalam konteks dunia modern yang diwarnai oleh ketimpangan, eksploitasi, dan eksklusi ekonomi, momen Maulid Nabi mengajak kita meneladani Rasulullah menjadi relevan dan mendesak.

Di tengah arus globalisasi dan kapitalisme yang sering kali menempatkan keuntungan di atas kemanusiaan, kita menyaksikan bagaimana jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar.

Banyak masyarakat yang terpinggirkan dari sistem ekonomi karena tidak memiliki akses terhadap pendidikan, modal, atau teknologi. Eksploitasi tenaga kerja, monopoli pasar, dan ketidakadilan distribusi kekayaan menjadi wajah nyata dari sistem yang kehilangan nilai-nilai etis.

Dalam situasi seperti ini, keteladanan Rasulullah SAW menjadi cahaya penuntun. Ia tidak hanya mengajarkan spiritualitas, tetapi juga membangun sistem ekonomi yang berkeadilan dan inklusif. Di pasar Madinah, Rasulullah menolak praktik monopoli dan intervensi harga yang merugikan rakyat kecil, serta mendorong perdagangan yang jujur, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama, bukan sekadar akumulasi kekayaan segelintir orang.

Rasulullah juga menekankan pentingnya distribusi kekayaan melalui zakat, yang bukan hanya ritual ibadah, tetapi juga mekanisme sosial untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun anggota masyarakat yang terabaikan. Dalam masyarakat yang ia bangun, perempuan diberi hak ekonomi, budak diberdayakan, dan kaum miskin dilibatkan dalam pembangunan.

Nilai-nilai ini sangat relevan untuk menjawab tantangan zaman. Ketika ekonomi modern cenderung eksklusif dan tidak berpihak pada yang lemah, maka meneladani Rasulullah berarti membangun sistem yang merangkul semua, yang menghargai kerja keras, dan yang menempatkan keadilan sebagai fondasi utama.

Prinsip ekonomi Rasulullah

Rasulullah SAW bukan hanya seorang nabi, tetapi juga seorang pedagang sukses, sebelum masa kenabian. Beliau dikenal sebagai pribadi yang jujur (shiddiq), dapat dipercaya (amanah), dan berintegritas tinggi dalam bertransaksi. Pasar Madinah yang ia tata, setelah hijrah, menjadi contoh nyata bagaimana ekonomi bisa tumbuh, tanpa menindas, dan bagaimana regulasi pasar bisa berpihak pada keadilan.

Dalam membangun tatanan ekonomi yang adil, Rasulullah SAW memberikan teladan melalui sejumlah prinsip fundamental. Pertama, melarang praktik riba dan segala bentuk eksploitasi, karena hal itu merusak keseimbangan ekonomi dan menindas pihak yang lemah. Sistem yang dibangun mendorong keuntungan wajar, bukan keuntungan yang merugikan.

Kedua, Rasulullah menekankan transparansi dan kejujuran dalam perdagangan, dengan mengingatkan pentingnya keadilan dalam takaran dan timbangan, serta melarang segala bentuk penipuan dan manipulasi harga.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |