Jakarta (ANTARA) - Bicara Udara, komunitas masyarakat yang berfokus menyuarakan strategi perbaikan kualitas dan pengurangan polusi udara, menyatakan bahwa tata kelola produksi dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas BBM dan mengurangi polusi udara.
Co-Founder Bicara Udara Novita Natalia menyatakan bahwa pemerintah perlu membenahi sistem distribusi serta meningkatkan kualitas bahan bakar yang digunakan oleh masyarakat, mengingat kualitas BBM di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
“Pemerintah harus menjadikan ini sebagai momentum untuk membenahi pengelolaan BBM agar lebih ramah lingkungan dan berdampak baik bagi kesehatan masyarakat,” ujar Novita Natalia di Jakarta, Senin.
Menurut Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Indonesia saat ini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menerapkan standard bahan bakar rendah sulfur Euro 4, sedangkan Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah lebih dulu mengadopsi standard tersebut.
Pertalite tercatat masih mengandung sulfur sebanyak 500 parts per million/bagian per sejuta (ppm), sementara Pertamax sejumlah 400 ppm, jauh melampaui standard Euro 4 sebesar 50 ppm.
Baca juga: KLH bakal tertibkan sumber pencemar udara Jakarta, termasuk di KBN
Novita mengatakan bahwa berdasarkan laporan Vital Strategies, kandungan sulfur yang tinggi dalam BBM memperburuk polusi udara dengan meningkatkan emisi sulfur dioksida (SO2) dan partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan.
“Studi menunjukkan, paparan terhadap polusi udara akibat emisi kendaraan berbahan bakar kotor dapat meningkatkan risiko penyakit paru-paru, jantung, hingga kematian dini,” katanya.
Ia pun meminta pemerintah untuk segera menerapkan standard Euro 4 atau Euro 6 untuk semua jenis bahan bakar agar dapat mengurangi dampak pencemaran udara.
“Perbaikan juga harus mencakup peningkatan transparansi dalam pengelolaan BBM, di mana publik harus mengetahui kualitas BBM yang mereka pakai. Pemerintah juga perlu membuka data mengenai dampak lingkungan dari BBM yang digunakan saat ini,” ucap Novita.
Ia menyampaikan bahwa standard Euro 4 telah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor untuk tipe M, N, dan O.
Regulasi lainnya yang mengatur hal tersebut adalah Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Nomor 146.K/10/DJM/2020 tentang Standard dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Baca juga: Pramono-Rano diharapkan ambil langkah konkret atasi polusi di Jakarta
Namun, Novita mengatakan bahwa hingga saat ini hanya bahan bakar jenis Pertadex 53, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo 98 yang telah memenuhi standard tersebut, sedangkan penerapan Standard Euro 4 secara menyeluruh masih menghadapi berbagai kendala dan penyesuaian kebijakan.
“Kita tidak bisa terus membiarkan udara kita tercemar akibat BBM berkualitas buruk. Pemerintah harus mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kualitas BBM dan mengutamakan kesehatan masyarakat,” imbuhnya.
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025