Denpasar (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendalami permintaan Misri Puspita Sari (23) sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dalam kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB .
"Siapa saja yang mengajukan permohonan kepada LPSK itu, kita akan dalami terlebih dahulu dan LPSK harus cermat memosisikan sesuai dengan ketentuan yang ada. Kalau itu memang memenuhi syarat perlindungan dan memenuhi regulasi yang ada maka LPSK bisa memberikannya dan kalau tidak, tentu saja tidak," kata Ketua LPSK Achmadi di Denpasar, Bali, Kamis.
Misri Puspita Sari sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Nusa Tenggara Barat. Namun demikian, Misri melalui kuasa hukumnya telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator dalam peristiwa yang diduga pembunuhan tersebut.
Terhadap permintaan itu, Achmadi masih memproses permintaan tersebut, lalu dipelajari kasus tersebut lebih mendalam agar bisa menentukan sikap menerima atau menolak permintaan tersebut.
Achmadi belum bisa memastikan kapan waktu yang tepat untuk membuat keputusan final sambil melihat apakah Misri koperatif selama proses penyidikan.
"Nanti kan tergantung karena menilai sesuatu sangat berhubungan banyak pihak dengan proses hukum, berhubungan dengan korban berhubungan dengan hak administratif lainnya dan kita harapkan tidak begitu lama," katanya.
Baca juga: Kejati NTB minta polisi lengkapi berkas perkara pidana Brigadir MN
Oleh karena itu, kata dia, kolaborasi kerja sama dengan semua pihak, termasuk dengan sensitivitas kasus maupun juga peran serta dari korban itu menjadi hal yang penting untuk memproses permohonan justice collaborator tersebut.
Saat ditanya apakah LPSK akan pro-aktif untuk lebih cepat memberikan keputusan terhadap permohonan tersebut, Achmadi mengatakan pihaknya tidak ingin tergesa-gesa.
"Banyak selama ini LPSK melakukan upaya jemput bola. Selain upaya pengajuan permohonan, langkah-langkah itu biasa kita lakukan. Kami juga ada tim khusus yang terus memantau kasus-kasus yang muncul di berbagai daerah sehingga kita bisa menilai secara cepat apakah ini perlu langkah-langkah segera dan tindakan pro aktif," katanya.
"Dalam beberapa kasus kita juga memberikan upaya langkah perlindungan darurat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang diatur oleh regulasi yang ada," tambahnya.
Baca juga: Bareskrim ungkap alasan asistensi kasus kematian Brigadir MN
Sebelumnya, seorang anggota polisi Brigadir MN alias Nurhadi meninggal saat bersama dua atasannya, yakni Kompol Yogi dan Ipda Haris, di sebuah vila di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Rabu (16/4).
Pihak keluarga mengindikasikan almarhum meninggal tidak wajar sehingga kepolisian melakukan penyelidikan.
Dalam upaya mengungkap penyebab meninggalnya Brigadir MN, polisi telah melakukan ekshumasi dengan melakukan pembongkaran makam.
Polda NTB kemudian menetapkan Kompol Y dan Ipda HC sebagai tersangka dengan persangkaan melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian.
Sebelum berstatus tersangka, Polda NTB melalui sidang Komisi Kode Etik Polri telah memutuskan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap dua orang perwira itu.
Belakangan, tersangka bertambah menjadi tiga. Tersangka baru tersebut ialah seorang perempuan berinisial M karena diduga ada pada saat peristiwa kematian Brigadir MN.
Baca juga: Kompolnas apresiasi langkah Polda NTB usut kasus kematian Brigadir MN
Baca juga: LPSK siap lindungi saksi dan buka peluang JC di kasus Brigadir MN
Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.