Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Yadi Sofyan Noor menegaskan regenerasi petani dan penguatan brigade pangan yang didominasi milenial menjadi kunci menjaga keberlanjutan swasembada beras yang saat ini diraih Indonesia.
"Kuncinya di SDM-nya (sumber daya manusia), orangnya, kita harus cepat mengadakan regenerasi. Petani padi itu rata-rata (usianya) di atas 50 tahun sekarang, petani muda yang milenial kan jarang main di situ, main di padi," kata Sofyan saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Pernyataan tersebut disampaikan menjelang rencana pengumuman swasembada beras oleh pemerintah pada akhir Desember 2025, menyusul kenaikan produksi beras nasional dari sekitar 30 juta ton lebih pada 2024 menjadi 34,77 juta ton di tahun ini berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) yang merujuk pada Kerangka Sampel Area (KSA).
Sofyan menilai capaian tersebut harus dijaga serius agar tidak mengulang swasembada pada 1984 yang hanya bertahan beberapa tahun sebelum kembali runtuh akibat lemahnya fondasi keberlanjutan sektor pertanian.
"Jadi, kalau kita mau mempertahankan, kan kita tahun 1984 itu (swasembada beras) hanya berapa tahun, habis itu rontok lagi. Ya kuncinya memang di SDM-nya," bebernya.
Meski begitu, dia menilai pemerintah telah mengambil langkah tepat salah satunya mekanisasi dan transformasi teknologi pertanian, karena modernisasi menjadi kunci menarik minat petani muda sekaligus meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha tani padi.
Selain SDM dan teknologi, KTNA menekankan pentingnya optimalisasi lahan sawah tidur, lahan rawa, serta penyempurnaan sistem irigasi sebagai tiga pilar utama menjaga stabilitas produksi beras nasional.
Dia juga menyoroti peran brigade pangan yang memungkinkan pengelolaan lahan skala besar secara kolektif, sehingga pendapatan petani meningkat signifikan dibanding pola konvensional satu hektare per individu.
Melalui brigade pangan, petani dapat memperoleh penghasilan bulanan Rp10 juta hingga Rp20 juta, tergantung wilayah dan produktivitas, jauh lebih menarik dibanding rata-rata Rp3,5 juta petani padi tradisional.
"Saya ketemu ada beberapa orang Brigade Pangan. Saya tanya 'bener tuh gajimu sampai Rp20 juta?, bener Pak' (jawab para petani). Mereka saya kumpulkan waktu di Ciawi (Bogor, Jawa Barat)," ungkap Sofyan.
Lebih lanjut KTNA menilai fokus pemerintah pada komoditas lain seperti kelapa sawit, kelapa (untuk VCO dan santan), tebu, kakao, kopi, lada, pala, jambu mete, hingga gambir tidak mengganggu swasembada beras, selama alih fungsi lahan sawah produktif dapat ditekan melalui regulasi tegas dan kebijakan substitusi lahan.
"Oh, nggak (berpengaruh terhadap swasembada beras), kan beda dirjen (direktur jenderal), dirjen masing-masing, punya tanggung jawab masing-masing, yang hortikultura, perkebunan," ucap Sofyan.
"Berpengaruh itu kalau sawah itu ditanam sawit. Itu yang berpengaruh, itu degradasi lahan," tambahnya.
Dengan regenerasi petani, brigade pangan, perlindungan lahan, serta optimasi teknologi dan infrastruktur, KTNA optimistis swasembada beras dapat dipertahankan lebih kuat dan berkelanjutan ke depan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan Indonesia siap mengumumkan swasembada pangan untuk komoditas strategis seperti beras dan jagung pada 31 Desember 2025 pukul 12.00 WIB sesuai target nasional.
Amran menegaskan capaian swasembada dapat diwujudkan karena produksi nasional meningkat dan distribusi pangan semakin stabil, sehingga ketahanan pangan Indonesia berada pada posisi yang kuat dan terjaga.
Baca juga: Mentan: Papua ditargetkan swasembada pangan dalam 3 tahun
Baca juga: Swasembada beras dan jagung, loncatan besar pangan Indonesia
Baca juga: Anggaran pangan 2026 dinaikkan 31,7 persen dukung swasembada
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































