Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna mendesak pemerintah untuk mengutamakan kepentingan masyarakat pesisir menyusul perusakan kawasan mangrove di Pulau Pari dan Pulau Biawak, Kepulauan Seribu.
"Berhubung sudah berlangsung kegiatan perusakan mangrove, baik dengan cara ditebang maupun dicabuti, sebaiknya pemerintah mengecek dan menegakkan hukum. Melindungi masyarakat kepulauan, mengedepankan kepentingan nelayan kecil. Sebagaimana mandat undang-undang," kata Hemdra di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, ekosistem mangrove berperan sebagai penyangga bagi kehidupan masyarakat pesisir. Selain menjadi habitat biota perairan, mangrove juga menjadi ruang penghidupan nelayan kecil.
"Sehingga, adanya pembangunan dermaga dan resort di dekat Pulau Pari dan Pulau Biawak tersebut akan mengubah ekosistem dan wilayah tangkap nelayan kecil," katanya.
Baca juga: Pembangunan dermaga yang rusak mangrove diminta dihentikan
Baca juga: Warga Pulau Pari sambut positif Pemprov hentikan pengerukan pasir laut
Ia mengatakan berdasarkan laporan nelayan Pulau Pari, sejumlah lahan hutan mangrove di Kudus Lempeng dan Pulau Biawak tampak sudah ditebang.
"Dan yang sangat disayangkan adalah ada sekitar 40.000 tanaman mangrove yang usianya 2 tahunan, hasil tanaman Forum Peduli Pulau Pari (FP3), warga, mahasiswa dan wisatawan yang dicabuti oleh oknum," katanya.
Lebih lanjut, Hendra mengemukakan kondisi ekosistem mangrove Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi kritis.
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, total luas ekosistem mangrove Indonesia mencapai 3,36 juta hektare atau 20,37 persen dari total luas dunia.
Baca juga: Polisi tanam 2.500 bibit pohon mangrove di Pulau Pari
Angka ini menurun signifikan dibanding 2007 yang mencapai 7,76 juta hektare lahan mangrove di seluruh Indonesia.
Berkurangnya lahan mangrove sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat pesisir dan meningkatkan kerentanan nelayan kecil dan tradisional.
"Kerusakan ekosistem laut dan pesisir ini, akan meningkatkan risiko melaut dan tantangan berusaha di sektor kelautan perikanan. Menurunkan pendapatan nelayan dan pelaku usahanya, sehingga akan semakin menurunkan minat pemuda untuk terlibat dan bekerja di sektor kelautan perikanan," tutur Hendra.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu segera mengambil sikap untuk memulihkan ekosistem pesisir dengan cara menghentikan reklamasi pantai dan alih fungsi lahan mangrove.
"Kedua, melibatkan komunitas pesisir dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pemulihan. Dan ketiga, mengakui dan melindungi hak masyarakat atas pengelolaan hutan mangrove dan pesisir secara adil dan berkelanjutan," katanya.
Baca juga: KKP temukan indikasi alih fungsi ekosistem mangrove di Pulau Pari
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan adanya indikasi alih fungsi lahan ekosistem mangrove dari pembangunan pondok wisata di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu.
Tim Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) KKP menyatakan hasil temuan sementara penilaian Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) milik PT CPS terdapat kegiatan pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi yang belum memiliki KKPRL dilakukan oleh subjek hukum yang sama.
Selain itu, KKP juga menemukan ada kegiatan pengerukan menggunakan alat berat (beckhoe) di dalam area KKPRL terbit.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025