Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mulai memanggil saksi untuk penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank pemerintah pada tahun 2020–2024.
“Dalam perkara ini, penyidik secara intensif terus melakukan pemeriksaan terhadap para pihak untuk dimintai keterangan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dihubungi ANTARA dari Jakarta. Selasa.
Budi menyampaikan pernyataan tersebut saat dikonfirmasi mengenai kehadiran Direktur Utama PT Satkomindo Mediyasa Nasrullah Iskandar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/7), sebagai saksi penyidikan kasus tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT Satkomindo Mediyasa merupakan anak perusahaan Yayasan Kesejahteraan Pekerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Selain itu, dia mengatakan bahwa penyidik juga melakukan sejumlah penggeledahan di beberapa lokasi, dan penyitaan terhadap aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut.
“Jika sudah ada perkembangan berikutnya, kami akan update (beri tahu, red.),” katanya.
Sebelumnya, KPK telah menggeledah dua lokasi untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC tersebut pada 26 Juni 2025. Dua lokasi tersebut adalah Kantor BRI Pusat di Jalan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta.
Pada tanggal yang sama, KPK lantas mengumumkan memulai penyidikan baru, yakni mengenai kasus pengadaan mesin EDC tersebut.
Sementara pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun dan mencegah sejumlah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri.
Mereka yang dicekal itu berinisial CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
Dua dari 13 orang tersebut adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH) dan mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo (IU) yang saat ini merupakan Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia TBK atau Allo Bank.
Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari nilai proyek pengadaan yang sebesar Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025.
Baca juga: KPK: Tak ada kendala dalam penyidikan kasus pengadaan kapal TNI AL
Baca juga: KPK libatkan ITB untuk hitung kerugian negara di kasus Pemkab Lamongan
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.