Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 10 orang saksi terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), untuk dimintai keterangannya, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
“Atas nama AL, BAA, BII, DP, HR, JD, J, KEAM, NS, dan AS,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada jurnalis di Jakarta, Selasa.
Sebanyak 10 orang saksi tersebut diketahui merupakan pihak swasta bernama Andryanto Lesmana (AL), Bambang Adhi Wijaya (BAA), Bintoro Iduansjah (BII), Jimmy Dharmadi (JD), Jubilant Arda Harmidy (J).
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus korupsi pemberian fasilitas kredit LPEI
Kemudian seorang dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Kosasih, Dimas Prayogo (DP).
Selanjutnya, mantan pegawai LPEI bernama Hire Romalimora (HR) dan Kemas Endi Ario Kusumo (KEAM).
Terakhir, dua orang pensiunan, yakni mantan Direktur Eksekutif LPEI Ngalim Sawego (NS) dan mantan Direktur Pelaksana IV LPEI pada 2014-2018 Arif Setiawan (AS).
Adapun pada pekan ini KPK telah memanggil dua orang saksi terkait kasus tersebut, yakni Direktur Pelaksana III atau Direktur Keuangan LPEI pada 2009-2016 Basuki Setyadjid (BS) dan Direktur Pelaksana V LPEI periode 1 September 2014-26 Juli 2016 Omar Baginda Pane (OMP).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit LPEI, masing-masing dua orang dari LPEI dan tiga orang dari pihak debitur PT Petro Energy.
Dua orang tersangka dari LPEI adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Tiga orang tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin, Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT PE Susi Mira Dewi Sugiarta.
Baca juga: Dua mantan direktur LPEI tak berkomentar usai diperiksa KPK
Kasus korupsi tersebut bermula dari terjadinya benturan kepentingan antara Direktur LPEI dan debitur dari PT PE, yakni dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah pemberian kredit.
Direktur LPEI lantas tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai dengan MAP, dan tetap memerintahkan bawahannya untuk memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order (pesanan pembelian) dan invoice (faktur) yang mendasari pencairan fisik. Pemberian kredit tersebut lantas mengakibatkan kerugian bagi negara sebanyak 18,07 juta dolar AS dan Rp594,144 miliar.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025