Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan alasan setiap kapal perikanan wajib memasang Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP), salah satunya adalah sebagai instrumen dalam mendukung pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono (Ipunk) dalam keterangan di Jakarta, Selasa menyebutkan bahwa di dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) atau Tata Laksana Perikanan Bertanggung Jawab, setiap negara diamanatkan untuk dapat mengelola sumber daya perikanan secara lestari dan bertanggung jawab.
“Salah satu toolsnya adalah melalui Monitoring Control and Surveillance (MCS) yang alatnya adalah VMS. Jadi dari VMS, kita dapat memastikan bahwa kapal bukan pelaku Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF),” terang Ipunk.
Sementara itu, Direktur Pengendalian dan Operasi Armada KKP Saiful Umam menambahkan bahwa selain memastikan kepatuhan operasional kapal di laut, SPKP atau VMS juga mampu memberikan informasi dan penanganan secara dini apabila terjadi permasalahan di laut, seperti kecelakaan, hilang kontak atau perompakan.
“Di laut kita memerlukan Near Real Time, atau data dengan akurasi tinggi berbasis satelit. Tujuannya apa? Supaya kita tahu arah, posisi, aktivitas, tujuan, dan identitas kapal," kata Saiful.
Ia menekankan bahwa hal itu penting jika ada kecelakaan, hilang kontak, atau ada kapal yang menangkap ikan tidak sesuai ketentuan, maka KKP bisa melakukan penelusuran.
"Kita tidak mungkin memantau satu per satu kapal perikanan di laut tanpa teknologi satelit,” papar dia.
Saiful juga menekankan bahwa SPKP atau VMS ini bermanfaat bagi pemilik kapal untuk memenuhi persyaratan ekspor hasil perikanan, yakni ketertelusuran atau traceability.
Pemilik kapal juga dapat memantau seluruh aktivitas kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan awak kapal untuk mengantisipasi kecurangan.
“Terkait harga, jika harga transmitter VMS ini sebelumnya 12-18 juta per transmiter, dengan adanya kebijakan ini, penyedia perangkat kemudian mengambil langkah untuk menurunkan harga menjadi 7-8 juta per transmiter,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Perizinan dan Kenelayanan KKP Ukon Ahmad Furkon menjabarkan bahwa dalam masa transisi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur, Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Edaran terbaru Nomor B.2403/MEN-KP/XII/2024 tanggal 2 Desember 2024 tentang Transisi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang di dalamnya telah mengatur terkait pemasangan SPKP.
Terkait pemasangan SPKP, untuk kapal perikanan dengan izin daerah belum diberlakukan. Namun, untuk kapal-kapal yang akan akan beroperasi di atas 12 mil dan mengajukan atau melakukan migrasi setelah surat edaran terbit, masih diberikan kesempatan sampai dengan 31 Desember 2025.
Baca juga: KKP: Dua nelayan penuhi panggilan pemeriksaan pagar laut Tangerang
Baca juga: Menteri Trenggono: Semua kapal dipasang VMS di 2025 untuk pengawasan
"Sedangkan untuk kapal-kapal yang sudah melakukan migrasi sebelum surat edaran ini diterbitkan, sudah harus memasang dan mengaktifkan SPKP sejak 1 Januari 2025,” kata Ukon.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa kebijakan Penangkapan Ikan Terukur diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan setempat serta menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian ekosistem.
Untuk itu, pihaknya terus mengawal ketat dan mengkaji penerapan kebijakan ini demi mewujudkan transformasi perikanan tangkap yang maju, berkelanjutan dan menyejahterakan.
Baca juga: Mengenal teknologi "Confidential VMs" di Google Cloud
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2025