Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyatakan sektor perkebunan dan industri sawit dapat memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah dunia melalui peningkatan kualitas dan daya saing produk.
"Sektor perkebunan dan industri kelapa sawit memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian, baik di tingkat nasional maupun internasional," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan hal itu dalam pembukaan Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan atau International Conference of Oil Palm and Environment (ICOPE) 2025 yang berlangsung di Bali.
Dia mengajak para pelaku usaha dan pengembang kelapa sawit di dunia untuk meningkatkan produktivitas demi memperkuat ketahanan pangan dan mendukung pengembangan sumber energi berkelanjutan.
Wementan Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini, menekankan pentingnya penelitian untuk meningkatkan kesuburan tanah dan pengembangan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
“Yang pertama tentu saja saya mendorong dilakukannya penelitian kesuburan. Dan kedua, saya mendorong penelitian pada pengembangan agar memiliki produktivitas tinggi. Dengan begitu, kita dapat secara signifikan meningkatkan produksi kelapa sawit nasional dan internasional,” ujarnya.
Baca juga: Peluang dan kompleksitas kebijakan perkebunan kelapa sawit Indonesia
Ia mengungkapkan sektor perkebunan dan industri kelapa sawit memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Menurutnya, peranan industri sawit begitu strategis sehingga dengan meningkatkan produktivitas akan menguatkan posisi Indonesia sebagai pemain kunci sawit global.
Ia juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memiliki target besar dalam mengembangkan biofuel berbasis kelapa sawit, seperti B14, B15, dan saat ini terus berinovasi dalam pengembangan biofuel dengan target B40.
Menurutnya, hal itu merupakan langkah pemerintah Indonesia untuk menjadikan kelapa sawit sebagai bahan multifungsi yang mendukung ketahanan energi dan ekonomi. Apalagi, lebih dari 60 persen minyak dunia dipasok dari sawit Indonesia.
“Dalam program yang kami jalankan, kami telah berinisiatif melakukan peremajaan (replanting). Langkah ini sangat penting untuk mendorong reformasi peremajaan, terutama di perkebunan besar di mana pohon yang sudah tua telah mencapai akhir masa produktifnya,” katanya.
Ia mengatakan pemerintah saat ini berfokus pada kesejahteraan petani dan pengusaha baru di sektor pertanian, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo untuk menciptakan lebih banyak orang kaya baru melalui sektor pertanian.
“Pak Prabowo mengatakan kepada kami tujuan kita bernegara itu adalah membuat sebanyak-banyaknya orang kaya baru. Artinya yang tidak kaya, tidak sejahtera jadi tambah sejahtera artinya ada kesejahteraan yang diberikan kepada kesejahteraan yang meningkat di antara rakyat itu sendiri,” katanya.
Ketua ICOPE 2025 Jean-Pierre Caliman menambahkan konferensi ini bertujuan memperkuat komitmen dalam penelitian dan pembangunan sawit berkelanjutan.
Ia mengingatkan bahwa perubahan iklim menjadi tantangan besar bagi industri kelapa sawit, dengan dampak gelombang panas ekstrem yang dapat merusak ekosistem dan penyerbuk tanaman yang penting untuk produksi pertanian.
“Perubahan iklim telah menyebabkan suhu global meningkat lebih dari 1,5 derajat Celsius, yang memengaruhi proses penyerbukan dan kualitas serbuk sari. Ini menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama,” ujar dia.
Ia menegaskan dalam ICOPE 2025 pentingnya kolaborasi antara para pemangku kepentingan, termasuk petani kecil, akademisi, dan ekonom lingkungan, untuk mendorong sawit yang lebih berkelanjutan pada masa mendatang.
Baca juga: Wamentan tekankan produktivitas sawit dukung program prioritas
Baca juga: Presiden pimpin rapat terbatas bahas penataan lahan perkebunan sawit
Baca juga: Mengatasi tantangan pengelolaan perkebunan kelapa sawit Indonesia
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025