Kiat buat interaksi hangat dengan remaja agar tak kecanduan gawai

1 hour ago 3

Jakarta (ANTARA) - Psikolog Klinis Kasandra Putranto yang tergabung dalam Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) membagikan kiat untuk orang tua atau pengasuh dalam menciptakan interaksi hangat dengan remaja sehingga tidak mengalami kecanduan gawai.

Mulai dari menjadi contoh hingga memperbanyak kegiatan yang bersifat fisik menjadi beberapa bagian dari kiat yang dibagikan sehingga remaja dapat menikmati interaksi langsung dan tidak bergantung pada dominasi interaksi sosial yang ada di gawainya.

"Orang tua perlu pertama tentu harus menjadi contoh yang baik untuk mengurangi penggunaan gadget agar remaja mampu mendapatkan pengalaman langsung bahwa keluarga bisa menikmati waktu bersama tanpa layar. Untuk itu orang tua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung," kata Kasandra kepada ANTARA, Rabu.

Lingkungan yang mendukung untuk interaksi hangat yang dimaksud ialah saat interaksi berlangsung, orang tua tidak memberikan tekanan bahwa anak harus bercerita tentang kehidupannya.

Baca juga: Kemendikdasmen ingatkan dampak gadget terhadap karakter generasi muda

Justru menurutnya, orang tua harus bisa memberikan ruang untuk mendengarkan tanpa beban tuntutan jika remaja memang belum ingin berbagi cerita. Hal ini juga sejalan dengan panduan UNICEF yang menyebut kunci komunikasi dengan remaja adalah pendekatan empati tanpa paksaan.

Ketika anak terbuka untuk bercerita kepada orang tua atau pengasuh, pastikan orang tua memberikan perhatian penuh dengan cara mendengarkan baik itu minat maupun masalah yang dihadapi sang remaja. Dengan demikian remaja memahami bahwa pengasuhnya memiliki kepedulian terhadap dunianya.

"Berikan contoh dengan kisah diri dan pengalaman masa muda untuk menciptakan kesamaan dan membuat percakapan lebih santai," kata Kasandra.

Baca juga: Dosen UMY: Generasi Z paling rentan kelelahan digital

Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu juga mengatakan ketika komunikasi dan interaksi langsung terjadi, pastikan orang tua memberikan bahasa tubuh yang positif baik berupa kontak mata maupun anggukan, serta tanpa intervensi gadget.

Langkah ini penting agar remaja bisa lebih nyaman saat berkomunikasi langsung dan merasa setiap suara yang disampaikannya dihargai dan direspons dengan serius.

Dalam menyampaikan pertanyaan, ada baiknya orang tua bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya terbuka dan bukan tertutup misalnya seperti pertanyaan mengenai perasaan yang dialami remaja sehingga ia bisa mengekspresikan dirinya dengan lebih baik.

Baca juga: MPR: Ekonomi, pola asuh, dan gadget picu kekerasan perempuan dan anak

Lalu saat menyampaikan respons, orang tua memberikan apresiasi, afirmasi, dan validasi terhadap emosi remaja sehingga remaja dapat merasakan pengalaman komunikasi yang nyaman, tanpa beban, serta tidak menimbulkan rasa sendirian.

Interaksi hangat ini bisa lebih efektif apabila dilakukan dengan kegiatan yang dapat dilakukan bersama oleh semua anggota keluarga misalnya ketika momen makan bersama di meja makan, atau momen mengobrol santai di ruang keluarga tanpa gadget, hingga kegiatan piknik bersama di luar rumah.

Apabila ternyata remaja telah telanjur terbiasa memiliki kebiasaan akses gadget yang melekat, disarankan orang tua membuat aturan khusus untuk penggunaan gadget. Misalnya ketika akan tidur atau makan, anak tidak diperkenankan mengakses gadget sehingga bisa fokus kepada kegiatan terkait.

Baca juga: Kota di Jepang berencana batasi penggunaan ponsel hingga 2 jam sehari

Cara ini penting agar penggunaan gawai tidak menimbulkan dampak negatif berkepanjangan pada tumbuh kembang sang remaja di masa mendatang. Hal ini juga harus dibarengi dengan upaya orang tua membangun interaksi hangat dengan buah hatinya.

"Aturan khusus memang diperlukan, tetapi sebaiknya disertai dengan contoh nyata dari orang tua, komunikasi yang hangat, serta penguatan positif ketika anak mampu melakukan kegiatan tanpa gadget," tutup Kasandra.

Sebelumnya, pada Selasa (30/9) diwartakan bahwa Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan 34 persen remaja kesepian karena terlalu sering mengakses gawai, sehingga salah satu solusinya yakni keluarga perlu saling ngobrol.

“Ada 68 juta anak Indonesia berumur 10-24 tahun, tetapi hampir 34 persen di antaranya kesepian karena hidupnya asyik dengan teknologi. Ada keluarga baru handphone, ketika anak ngobrol dengan orang tua kadang tidak didengarkan,” katanya dalam acara Young Health Summit 2025 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Agar akses anak ke gadget tak ganggu tumbuh kembangnya

Baca juga: 8 Tips mencegah kelelahan akibat screentime

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |