Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Firman Muhammad Nur dan Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) Muhammad Firman Taufik terkait penyidikan kasus kuota haji.
“Sejauh ini kami memanggil para pemilik 'travel' (biro perjalanan haji) itu sebagai saksi. Saksi terkait dengan kuotanya berapa dan apakah ada permintaan dari oknum-oknum di Kementerian Agama yang memberikan kuota tersebut,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.
Ia menyebut, Ketua Umum AMPHURI tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu ini pukul 10.23 WIB, sedangkan Ketua Umum HIMPUH pada pukul 10.21 WIB.
Ia menjelaskan pihaknya memeriksa mereka untuk mendalami sejumlah uang percepatan agar bisa menunaikan ibadah haji pada tahun yang sama dengan waktu pembayaran.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yakni pada 9 Agustus 2025.
Baca juga: KPK dalami pembayaran kuota haji khusus tambahan dari biro haji Jatim
Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Baca juga: A'wan PBNU: KPK minta doa untuk segera tetapkan tersangka kasus haji
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.