Khatib: Idul Fitri momentum berbagi kebahagiaan

1 day ago 4
mudik tidak hanya memiliki dimensi makna sekadar pulang kampung, namun di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang nilainya tidak bisa diukur

Mentok, Babel (ANTARA) - Khatib Shalat Id di Masjid Baitul Muttaqin Paitjaya, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengatakan Idul Fitri merupakan momentum berbagi kebahagiaan kepada sesama.

"Takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang di berbagai penjuru dunia menandai kembalinya fitrah umat Islam, Ini momentum kemenangan yang membahagiakan," kata Ketua Ittihad Persaudaraan Imam Masjid Kabupaten Bangka Barat Agus Sunawan di Mentok, Senin.

Dalam tradisi bangsa Indonesia, Hari Raya Idul Fitri dikenal dengan lebaran, dan para ahli bahasa menyebut kata lebaran salah satunya berasal dari bahasa Jawa yakni "lebar" yang memiliki arti selesai.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lebaran dimaknai sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

"Makna ini selaras dengan kenyataan, bahwa pada hari lebaran kita sudah selesai menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah SWT," katanya.

Baca juga: Menkum RI ajak masyarakat maknai semangat Idul Fitri jaga silaturahim

Baca juga: Jamaah di Masjid Raya Baiturrahman tetap khusyuk shalat Id meski hujan

Menurut dia, rasa sukacita ini tentu sangat kurang lengkap jika dirayakan sendiri, kebahagiaan semakin terasa nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang tercinta.

"Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual di negara kita, yakni mudik," ujarnya.

Menurut dia, tradisi mudik merupakan tradisi luhur karena berisi kerinduan di tanah rantau untuk pulang melihat kembali tanah kelahiran, kembali berkumpul dengan keluarga, mengingat kembali masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam pelukan kedua orang tua.

"Jadi mudik tidak hanya memiliki dimensi makna sekadar pulang kampung, namun di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang nilainya tidak bisa diukur dengan materi duniawi," katanya.

Dalam tradisi mudik ini, kata dia, perantau harus melakukan perjalanan penuh perjuangan dengan jarak ratusan kilometer, melintasi laut atau udara, menyeberangi sungai dengan medan yang terjal dan jalan berliku, dengan waktu tempuh berjam-jam, bahkan bisa berhari-hari.

Baca juga: Mensos Shalat Id bersama kelompok rentan di Sentra Mulya Jaya Jakarta

Baca juga: Ketua MUI: Zakat fitrah Idul Fitri merupakan simbol kemenangan sejati

Jika direnungkan lebih dalam, menurut Khatib, hakikat mudik adalah kembali ke pangkuan orang tua, sosok paling berjasa yang telah melahirkan kita, sosok yang telah menjadi pahlawan kesuksesan.

"Mereka adalah jimat keramat sakral bagi kita di dunia ini," katanya.

Untuk itu dia mengajak masyarakat memanfaatkan Idul Fitri dan mudik lebaran kali ini menjadi momentum tepat untuk bersimpuh kepada kedua orang tua atas segala khilaf dan kesalahan.

"Mari kita tancapkan dalam hati kita untuk tidak lagi menyakiti hati dan fisik mereka. Demi Allah, demi Rasulullah, sebanyak apapun yang pernah kita berikan, apa pun yang pernah kita serahkan kepada orang tua, tidak akan pernah setimpal dengan perjuangan dan pengorbanan, kasih sayang dan doanya yang selalu menyertai dan mengantarkan kita hingga menjadi sampai saat ini," katanya.

Baca juga: Presiden dan Wapres shalat Idul Fitri bersama di Masjid Istiqlal

Baca juga: Guru Besar UIN: Idul Fitri merupakan manifestasi kebaikan bersama

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |