Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Komite Olahraga Nasional (KONI) Pusat Marciano Norman menyampaikan kegelisahan masyarakat olahraga prestasi Indonesia atas Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 saat memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI, Kamis.
Pada rapat ini, Marciano beserta jajarannya menyampaikan usulan pemikiran sebagai bahan pertimbangan revisi Permenpora Nomor 14 Tahun 2024.
“Belakangan ini muncul kegelisahan dengan dikeluarkannya Permenpora Nomor 14/2024 yang mana di dalamnya banyak mengatur hal yang dirasakan urusan internal anggota KONI dan anggotanya,” kata Marciano.
Penyampaian usulan pemikiran ini karena ada beberapa norma yang dilanggar sehingga Permenpora dianggap melucuti kewenangan KONI. Dampaknya, hal ini pun sudah terjadi di tingkat daerah.
Tak hanya itu, ada daerah yang pemerintah daerahnya tidak ingin berkoordinasi dengan KONI Provinsi untuk membahas Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) dengan alasan adanya Permenpora Nomor 14/2024.
“Melihat kegelisahan anggota KONI, saya membuat surat kepada Menpora yang intinya permohonan untuk ditinjau kembali, atau bahkan dicabut. Tidak hanya bersurat, saya pun sudah bertemu Menpora langsung secara empat mata,” jelas Marciano.
“Saya merasa Menpora dan jajarannya adalah penentu kebijakan pemerintah terkait olahraga yang terdepan dan KONI beserta anggotanya melakukan implementasi kebijakan olahraga yang terdepan. Oleh karenanya, kami memberikan masukan,” tambah dia.
“Loyalitas KONI dan anggotanya kepada pemerintah, tidak usah diragukan, kami mendukung kebijakan pemerintah dalam olahraga, tetapi kami meminta pemerintah jangan sewenang-wenang,” lanjut dia.
Dalam kesempatan yang sama, Marciano juga mengajak seluruh pihak bersatu untuk olahraga Indonesia yang lebih baik.
“Mari kita tingkatkan sinergitas dan kolaborasi antara Kemenpora, Komisi X DPR RI, KONI Pusat, dan KOI, hanya dengan cara itu kita dapat menunjukkan kepada dunia Indonesia ini gagah dan perkasa karena prestasinya,” ajak Marciano.
Beberapa anggota Komisi X DPR RI menyampaikan apresiasi kepada KONI Pusat yang memberikan masukan agar olahraga Indonesia semakin baik.
Mohammad Iqbal Romzi mengapresiasi iktikad baik KONI dalam memberikan masukan. Ia mengatakan, hal ini adalah bentuk kepedulian KONI terhadap olahraga di Indonesia.
“Kepedulian ini sebagai bentuk bagaimana kita mencintai olahraga ini dan bagaimana olahraga menjadi hal yang tidak terpisahkan dari negara kita,” kata Iqbal.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Juliyatmono yang menyebut, “Tanpa mitra strategis KONI, daerah sulit berkoordinasi dengan insan olahraga."
Pada kesempatan ini, KONI mendapatkan saran dari beberapa anggota Komisi X agar menggelar silaturahmi dengan Kemenpora dan Kemenkumham.
Marciano menyambut baik saran ini dengan juga menyampaikan satu masukan untuk olahraga Indonesia menjadi lebih baik ke depannya.
“Sudah saatnya KONI dan KOI dijadikan satu, terdapat dua Sekjen yang mengurus pembinaan prestasi dan mengurus luar negeri,” tambah Marciano yang merujuk sejarah bahwa memang keduanya bersatu.
RDP ditutup oleh Wakil Ketua Komisi X Lalu Hadrian Irfani dengan kesimpulan sesuai dengan masukan-masukan yang disampaikan.
Baca juga: KONI rancang PON 2028 khusus cabang olahraga Olimpiade
Adapun beberapa norma yang bertentangan dalam Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 antara lain, dikutip dari laman resmi KONI:
1. Pasal 10 ayat (2) Permenpora 14 tahun 2024 tentang kongres/ musyawarah organisasi olahraga harus mendapat rekomendasi Kementerian.
Hal tersebut tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi dari pemerintah terhadap teknis pengelolaan organisasi Olahraga yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter., prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.
2. Pasal 16 ayat 4, dan 5 tentang tenaga profesional dapat diberi kompensasi gaji yang bersumber di luar bantuan pemerintah, APBN, ataupun APBD.
Bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2), serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 219/PMK 05/2016 tentang sistem akuntansi dan pelaporan keuangan badan lainnya. KONI diberi hak untuk mendapatkan anggaran dari APBN/APBD dan memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan dan akuntansi yang telah ditetapkan.
3. Pasal 16 ayat 6 tentang ketua, pengurus, dan perangkat organisasi olahraga prestasi tidak boleh digaji dari dana yang bersumber dari pemerintah.
Bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2) serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 219/PMK 05/2016 seperti yang disebutkan di atas, anggaran KONI sebagian besar dari hibah sehingga menjadi objek pemeriksaan inspektorat pemerintah, KONI merupakan mitra strategis pemerintah (di tingkat Pusat KONI Mitra Strategis dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), sedangkan pada tingkat Daerah KONI merupakan Mitra Strategis Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).
4. Pasal 17 ayat (1) huruf a & b tentang kriteria pengurus organisasi olahraga (a) punya pengalaman minimal 5 tahun, (b) tidak boleh rangkap jabatan organisasi olahraga prestasi yang lain.
Tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2025 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5., selain itu asas independensi pengurus organisasi olahraga tidak perlu dibuatkan kriteria yang dinormakan, melihat kondisi masing-masing cabang olahraga sangat bervariasi.
5. Pasal 17 ayat (2) huruf b tentang surat pernyataan kesanggupan dari ketua pengurus organisasi olahraga untuk bisa mencari sumber dana di luar dana dari pemerintah.
Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 ayat (1) c, UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 20 huruf g.
Baca juga: Staf Ahli KONI sebut Permenpora 14 masih perlu ditinjau ulang
6. Pasal 18 ayat (1) dan (2), ayat 1 masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali 1 kali masa jabatan, ayat 2 pemilihan pengurus organisasi melalui proses rekrutmen.
Tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsiip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5, menurut Olympic charter pengurus organisasi olahraga adalah independen serta tidak boleh diintervensi pihak manapun.
7. Pasal 19 ayat (2) tentang pengurus organisasi olahraga prestasi (Pasal 13) dilantik oleh Menteri/Menpora.
Pengurus organisasi cabang olahraga selama ini dilantik oleh KONI, sebab KONI dibentuk oleh cabang olahraga itu sendiri, hal itu diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (1), selain itu bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) yang menyatakan “Induk organisasi cabang olahraga dan Komite Olahraga Nasional (KON) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dan dikelola secara profesional oleh pengurus yang mewakili kompetensi keolahragaan." Jo pasal 73 ayat (3) PP nomor 46 Tahun 2024, dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.
8. Pasal 21 ayat (2) tentang Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri yang membidangi urusan hukum untuk membatalkan persetujuan perubahan kepengurusan yang tidak mendapat rekomendasi oleh Menteri dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan hasil forum tertinggi.
Hal ini tidak selaras dengan asas independensi dan jelas merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5., yang mengetahui kebutuhan organisasi adalah anggota organisasi, sehingga adanya Pasal 21 ayat (2) ini di khawatirkan kepentingan lain selain kepentingan olahraga bisa masuk.
9. Pasal 28 ayat (1) tentang Menteri berwenang untuk membentuk tim transisi dalam hal sengketa telah menghambat proses pembinaan olahragawan.
Kewenangan ini menjadi kewenangan KONI, dikarenakan KONI adalah induk cabang olahraga, sehingga Kemenpora terkesan ikut masuk kedalam teknis pembinaan keolahragaan, hal ini berdampak mengurangi faktor independensi dan organisasi olahraga, sementara kewenangan Kementerian seharusnya sebagai regulator bukan operator, sehingga urusan teknis pembinaan olahraga diserahkan kepada organisasi olahraga (bisa organisasi induk cabang olahraga ataupun KON/KONI).
10. Pasal 44 ayat (2) tentang perubahan AD dan ART sebagaimana diatur dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Menteri sebelum dilaporkan kepada Menteri Hukum.
Hal ini dinilai terlalu berlebihan, sehingga melanggar asas independensi yang diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) yang menyatakan “Induk organisasi cabang olahraga dan Komite Olahraga Nasional (KON) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dan dikelola secara professional oleh pengurus yang mewakili kompetensi keolahragaan”. Jo pasal 73 ayat (3) PP nomor 46 Tahun 2024, Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.
Baca juga: KONI rancang PON 2028 khusus cabang olahraga Olimpiade
Baca juga: NTB revitalisasi Stadion GOR 17 Desember untuk PON 2028
Pewarta: Zaro Ezza Syachniar
Editor: Eka Arifa Rusqiyati
Copyright © ANTARA 2025