Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Donny Yoesguantoro mengatakan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) adalah salah satu bahan pertimbangan bagi kalangan pengusaha dan investor dalam menentukan penempatan investasinya.
"Indeks ini memang sangat penting. Pengusaha mau datang di satu daerah dia harusnya melihat indeksnya dulu. Kondisi demokrasinya seperti apa, kondisi keterbukaan informasinya seperti apa," kata Donny di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan ada berbagai indeks yang menjadi pertimbangan pengusaha yang pertama tentunya adalah indeks perekonomian, yang mencakup data, antara lain tentang soal jumlah sumber daya manusia (SDM) terampil, jumlah SDM tidak terampil, kasus ekonomi, dan berbagai aspek ekonomi di wilayah tersebut.
Meskipun demikian, kata dia, indeks soal hukum dan politik juga tetap menjadi bahan pertimbangan pengusaha dalam penempatan investasi.
"Walaupun dia (bergerak) di (bidang) ekonomi, dia akan melihat politik. Dia juga akan melihat di dimensi hukum, kepastian ekonomi, hukum, fisik politik ini akan dilihat, dan ini akan dibungkus dalam satu keterbukaan informasi publik tadi, Indeks Keterbukaan Informasi Publik," ujarnya.
Baca juga: KIP ukur Indeks Keterbukaan Informasi Publik di 34 provinsi
Dalam kesempatan itu Donny juga mengingatkan lembaga publik mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik dan salah satu fungsi KIP adalah memastikan badan publik memenuhi kewajibannya dalam menyampaikan informasi.
"Badan publik ini punya tugas untuk publik. Kami hanya melihat kepatuhan badan publik terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik," kata Donny.
Dalam kesempatan itu, kata Donny, KIP turut menjalankan tugas sosialisasi kepada masyarakat bahwa publik juga punya hak meminta informasi dari instansi pemerintah, selama informasi tersebut tidak masuk dalam Daftar Informasi Dikecualikan.
"Kami sendiri juga melakukan beberapa kegiatan sosialisasi, edukasi dan komunikasi kepada publik," tuturnya.
Komisi Informasi Pusat menggelar pengukuran Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) tahun 2025 di 34 provinsi untuk memastikan instansi pemerintah memenuhi kewajiban dalam menyampaikan informasi dan data yang berkualitas bagi masyarakat.
Baca juga: KIP: Keterbukaan informasi kebutuhan dasar masyarakat era digital
Latar belakang dirancangnya pengukuran IKIP ini untuk memotret tiga kewajiban negara terhadap informasi publik, yaitu kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfil); serta untuk memperoleh data, fakta, dan informasi terkait implementasi Undang-Undang KIP di 34 provinsi dalam dimensi Politik, Hukum, dan Ekonomi.
Dalam penyusunannya, IKIP menganalisis tiga aspek penting yang mencakup kepatuhan badan publik terhadap Undang-Undang KIP (Obligation to tell), persepsi masyarakat terhadap Undang-Undang KIP maupun haknya atas informasi (Right to Know), dan kepatuhan Badan Publik terhadap pelaksanaan keterbukaan informasi terutama kepatuhan dalam melaksanakan putusan sengketa informasi publik untuk menjamin hak masyarakat atas informasi (Access to Information).
Penyusunan IKIP menjadi jawaban Komisi Informasi Pusat untuk mendapatkan data, fakta dan informasi terkait upaya-upaya pemerintah Republik Indonesia dalam melaksanakan kewajibannya.
Apalagi keterbukaan informasi menjadi penting dalam hal pemenuhan hak-hak warga negara atas informasi di seluruh provinsi yang ada di Indonesia yang berdampak positif pada perubahan sosial dan ekonomi.
Baca juga: KIP: Keterbukaan informasi bantu tekan korupsi
Baca juga: KIP dorong Hari Keterbukaan Informasi jadi hari nasional nonhari libur
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.