Bandung (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S Djafar mengatakan banyak lender (individu atau institusi yang menyalurkan uang untuk dipinjamkan ke platform fintech lending) tak mengerti peran dari bisnis pinjaman daring (pindar).
“Sekarang lender itu diatur (dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan/SE OJK Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Teknologi Informasi). Lender profesional ya, jadi menghindari lender-lender yang non-profesional. Kenapa? Karena banyak lender yang tidak mengerti role bisnisnya pindar ini,” katanya, di Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Dia menegaskan bahwa bisnis pindar itu peer to peer yang berperan menghubungkan antara lender dan borrower (peminjam).
Apabila sejak awal lender melihat karakteristik peminjam tidak layak untuk diberikan pinjaman, karena beberapa hal, katanya lagi, maka jangan diteruskan dengan diberikan pinjaman kepada borrower.
Dalam hal ini, AFPI hadir untuk menjadi penyambung antara lender dengan borrower. “Jadi, kita ini broker atau mak comblang. Kita akan melihat ini perusahaannya kayak begini nih. Apakah lender setuju? Kalau dia bilang, ‘wah gue ragu nih kayaknya,’ ya jangan diterusin,” ujar Entjik.
Salah satu bentuk perlindungan bagi lender yang dilakukan oleh AFPI adalah membantu dalam proses penagihan. AFPI juga dapat memberikan peran tersebut kepada pihak ketiga untuk menagih, tetapi harus dari anggota asosiasi tersebut.
“Kami melarang untuk platform melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk penagihan yang bukan anggota AFPI, karena ini semua kami harus monitor. Kami harus tahu dia ada sertifikasi, dia harus di-training (sebagai penagih yang memiliki sertifikasi), dan sebagainya. Harapannya, pindar akan berkembang,” ujar dia lagi.
Baca juga: OJK membatasi usia peminjam agar generasi muda tak terjerat utang
Baca juga: AFPI wanti-wanti masyarakat bedakan pinjol ilegal dengan pindar
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025