Jakarta (ANTARA) - Perjalanan jarak jauh sudah menjadi hal yang lumrah, terutama saat momen-momen tertentu seperti mudik di bulan Ramadhan.
Banyak orang harus menempuh perjalanan panjang untuk berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Dalam Islam, musafir diberikan keringanan untuk tidak berpuasa selama perjalanan, asalkan memenuhi syarat tertentu. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah jarak tempuh yang menentukan status seseorang sebagai musafir.
Karena itu, penting untuk memahami seberapa jauh perjalanan yang membuat seseorang mendapatkan keringanan ini. Dalam Islam, terdapat batasan tertentu yang dijadikan acuan, baik berdasarkan dalil maupun pemahaman para ulama. Berikut adalah ketentuan jarak safar yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, merujuk pada dalil Al Quran, hadis dan pendapat para ulama.
Baca juga: Hukum dan dalil keringanan puasa untuk orang yang sedang bepergian
Pendapat ulama tentang jarak safar
Firman Allah Ta’ala terkait keringanan puasa untuk orang yang bepergian:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka, jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [Al-Baqarah/2: 184]
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa jarak yang membolehkan seseorang untuk mengqasar salat dan berbuka puasa adalah sekitar 48 mil.
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menyebutkan bahwa menurut mazhab Imam Ahmad, seseorang tidak boleh melakukan qasar salat jika jarak perjalanannya kurang dari 16 farsakh. Satu farsakh setara dengan 3 mil, sehingga 16 farsakh berjumlah 48 mil.
Ibnu Abbas memperkirakan jarak ini setara dengan perjalanan dari ‘Usfan ke Mekkah, Tha’if ke Mekkah, atau Jeddah ke Mekkah. Dengan demikian, jarak yang membolehkan qasar adalah sejauh perjalanan selama dua hari dalam kondisi normal pada masa Rasulullah. Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, serta mazhab Malik, Laits, dan Syafi'i.
Konversi jarak dalam satuan kilometer
Jika dikonversi ke dalam satuan kilometer, jarak tersebut kira-kira mencapai 80 km.
Syekh Bin Baz dalam Majmu’ Fatawa (12/167) juga menjelaskan bahwa kebanyakan ulama (jumhur) memperkirakan jarak yang membolehkan qasar salat dan berbuka puasa adalah sekitar 80 km. Jarak ini berlaku bagi orang yang bepergian menggunakan kendaraan darat, pesawat terbang, maupun kapal laut.
Apabila seseorang menempuh perjalanan sejauh itu atau lebih, maka ia termasuk dalam kategori musafir dan berhak mendapatkan keringanan dalam ibadahnya. Namun, jika jaraknya kurang dari ketentuan ini, maka seseorang tetap diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa sebagaimana biasa.
Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai batasan pasti jarak safar, inti dari rukhsah (keringanan) ini adalah memberikan kemudahan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah selama perjalanan.
Oleh karena itu, seseorang yang melakukan safar hendaknya memahami ketentuan ini dengan baik dan menyesuaikan diri dengan kondisi perjalanannya agar tetap menjalankan ibadah dengan optimal.
Baca juga: Eiger rilis koleksi Safar Series sambut Lebaran 2024
Baca juga: Bengkalis kembali gelar Festival Budaya Mandi Safar
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025