Jakarta (ANTARA) - Kepala BPOM Taruna Ikrar hadir sebagai pembicara utama (main lecture) pada Seminar Ilmiah IASMED 2025 “Moving Forward: Indonesian Clinical Trial” yang diselenggarakan oleh asosiasi uji klinik di Indonesia yaitu The Indonesian Association for The Study of Medicinals/ (IASMED) pada Sabtu (18/1/2025). Pada kesempatan ini, Taruna Ikrar menyampaikan paparannya dengan tema “Pengawasan terhadap Sentra Uji Klinik yang dilakukan oleh BPOM”.
Seminar ilmiah ini menghadirkan para ahli uji klinik, seperti Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, Prof. Arini Setiawati, dan juga Vice President of Drug Information Association (DIA) Korea, Singapore, and Southeast Asia Prof. Young Joo Park. Kegiatan ditujukan bagi para anggota IASMED sebagai forum bertukar informasi mengenai sentra uji klinik agar dapat meningkatkan kualitas dan jumlah uji klinik di Indonesia, termasuk multi regional clinical trial (MRCT).
Melalui tema yang diangkatnya, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar memaparkan mengenai beberapa topik, yaitu mengenai peran strategis BPOM dalam pengawasan uji klinik di Indonesia serta mengenai sentra uji klinik berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tata Laksana Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik. Selain itu, Taruna Ikrar juga membahas tentang pentingnya peran sentra uji klinik dalam upayanya saat ini membawa BPOM sebagai otoritas pengawas obat dan makanan di Indonesia yang berkelas dunia dan diakui secara global dengan masuk sebagai WHO Listed Authority (WLA).
Lebih lanjut, Taruna Ikrar menjelaskan bahwa misi BPOM turut mendukung uji klinik di Indonesia, yaitu dengan memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha obat dan meningkatkan efektivitas pengawasan obat.
"Sistem regulatori BPOM menggunakan digitalisasi dalam proses bisnis untuk efisiensi dan transparansi, yaitu melalui pengajuan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) dan mekanisme obat pengembangan baru (OPB)/investigational new drug (IND),” urai Taruna Ikrar.
Dalam melakukan proses bisnisnya, BPOM melibatkan tim ahli dan berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam melakukan sharing data untuk transparansi data uji klinik di Indonesia. Untuk penguatan sistem regulatori uji klinik, BPOM juga memanfaatkan Global Benchmarking Tools (GBT) dari WHO.
Taruna Ikrar menyebut bahwa dari pengawasan uji klinik yang dilakukan oleh BPOM ke sentra uji klinik dan pelaku uji klinik, ditemukan masih terdapat gap dalam hal pengetahuan, skill dan pengalaman para pelaku uji klinik, gap regulasi, dan gap infrastruktur sentra uji klinik terhadap persyaratan cara uji klinik yang baik (CUKB). “BPOM berupaya menjembatani gap tersebut dengan membantu sentra uji klinik melakukan mapping laboratorium riset dan sentra uji klinik, serta melakukan pengawalan pemenuhan CUKB dan cara pembuatan obat yang baik (CPOB),” jelas Kepala BPOM.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2025