Jakarta (ANTARA) - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif melalui Direktorat Penerbitan dan Fotografi mengupayakan regulasi Kebijakan PPh (Pajak Penghasilan) atas Royalti Penulis dapat memperkuat ekosistem literasi nasional dan tidak menghambat kreativitas penulis dalam berkarya.
"Penulis adalah fondasi utama perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Karena itu, kebijakan yang menaungi mereka harus mampu memberikan rasa keadilan sekaligus untuk berkembang. Dan yang pasti kami ingin memastikan bahwa regulasi perpajakan dapat mendukung kreativitas, bukan menghambatnya, sehingga penulis dapat berfokus pada penciptaan karya tanpa terbebani proses teknis yang rumit,” kata Deputi Bidang Kreativitas Media Kementerian Ekraf Agustini Rahayu dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta,, Senin.
Kemenekraf menggelar diskusi Terbatas Rekonstruksi Kebijakan PPh (Pajak Penghasilan) atas Royalti Penulis yang membahas kebijakan perpajakan yang selama ini menjadi perhatian para penulis dan pelaku industri buku.
Dalam diskusi ini berbagai pihak di industri literasi seperti penulis, penerbit, komunitas, hingga kementerian dan lembaga terkait dilibatkan untuk memberi masukan demi memperbaiki tata kelola PPh atas royalti penulis agar lebih sederhana.
Sebab kebijakan PPh atas royalti penulis saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait mekanisme pemotongan dan beban administrasi yang harus ditanggung para kreator karya tulis.
Baca juga: Nobel Sastra 2025 diraih penulis Hungaria Laszlo Krasznahorkai
Dalam kebijakan yang berlaku, penghitungan PPh atas royalti dan penghasilan dari pekerjaan bebas menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). NPPN merupakan metode untuk menentukan besaran penghasilan bersih bagi wajib pajak pribadi yang menjalankan usaha atau profesi mandiri. Mekanisme ini kerap menimbulkan pertanyaan di kalangan penulis terkait kompleksitas, kesesuaian, serta dampaknya terhadap produktivitas mereka.
Guru Besar Bidang Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si yang bergabung sebagai salah satu perumus kebijakan menekankan bahwa literasi memiliki dampak positif yang besar bagi masyarakat.
“Jika kita berbicara mengenai industri literasi, seharusnya prinsipnya adalah No Tax on Knowledge. Industri ini menghasilkan eksternalitas positif yang sangat besar, sehingga sudah selayaknya mendapatkan perlakuan perpajakan yang lebih sederhana, murah, efisien, dan tidak membebani penulis dengan beban administrasi yang berat,” ujarnya.
Asma Nadia, penulis dan perwakilan ekosistem perbukuan nasional, menyampaikan apresiasinya atas konsistensi Kementerian Ekraf dalam memfasilitasi pembahasan rekonstruksi kebijakan PPh atas royalti penulis. Ia menambahkan bahwa perjuangan terkait masalah ini telah berlangsung lama.
“Sebagai penulis, dan mewakili rekan-rekan lainnya, kami sangat merasakan betapa menantangnya bertahan dalam profesi ini. Karena itu, kami benar-benar berterima kasih atas kesungguhan pemerintah dalam mengupayakan perubahan,” tegasnya.
Baca juga: Kemenbud tegaskan program MTN juga mendukung pengembangan penulis
Sedangkan Direktur Penerbitan dan Fotografi Kementerian Ekraf Iman Santoso menegaskan bahwa proses penyusunan kebijakan PPh atas royalti penulis telah memasuki fase penting.
Upaya penyederhanaan tetap menjadi prioritas tanpa mengorbankan prinsip keadilan dan memastikan kebijakan yang lahir tidak membebani, melainkan memberikan ruang bagi penulis dan pelaku kreatif untuk tumbuh.
Iman mengatakan tahun ini Kemenekraf memastikan penyusunan naskah akademik dapat diselesaikan dengan baik. Tahun depan, prosesnya akan berlanjut menuju penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
"Tahap ini sangat kami pahami sebagai perhatian utama para penulis, khususnya terkait kekhawatiran akan munculnya kerumitan baru dalam implementasi kebijakan. Dengan melihat ekosistem secara menyeluruh, kami berharap kebijakan yang nantinya ditetapkan dapat memberikan manfaat nyata dan meningkatkan kesejahteraan seluruh pelaku di subsektor ini,” ucap Iman.
Baca juga: Sastra BRICS dalam pertarungan hegemoni kultural
Baca juga: Kementerian Ekraf perkuat ekosistem kreatif lewat aktivasi melalui JAFF Festival 2025
Baca juga: Presiden minta Kemenekraf--Danantara siapkan skema bioskop daerah
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































