Yogyakarta (ANTARA) - Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof Dyah Mutiarin mengatakan Kementerian Haji dan Umrah hasil transformasi Badan Penyelenggara (BP) Haji harus segera mewujudkan perbaikan layanan bagi jamaah.
"Kita berharap ada perbaikan dalam pelayanan kepada jamaah yang selama ini masih menyisakan sejumlah persoalan," kata dia di Yogyakarta, Kamis.
Ia mengatakan pembentukan kementerian baru membutuhkan alokasi anggaran besar, mulai dari struktur menteri, wakil menteri, hingga perangkat birokrasi pendukung.
Kondisi tersebut, menurut dia, berpotensi kontradiktif dengan semangat efisiensi yang selama ini digaungkan pemerintah.
"Proliferasi organisasi biasanya sulit sejalan dengan upaya efisiensi. Justru efisiensi dicapai dengan perampingan struktur, bukan penambahan," ujarnya.
Baca juga: Komisi VIII: RUU Haji jadi UU, transformasi fundamental layanan jamaah
Mutiarin juga menilai keputusan politik lebih menonjol ketimbang pertimbangan teknokratis dalam pembentukan kementerian tersebut.
"Kalau kita lihat, jumlah kementerian di era Presiden Prabowo sudah cukup besar, bahkan melebihi pemerintahan sebelumnya. Apalagi ada penambahan kementerian di tengah jalan. Tentu ada pertimbangan politik di balik keputusan tersebut," katanya.
Oleh karena itu, dia berharap, Kementerian Haji dan Umrah harus mampu menjawab persoalan klasik yang masih membayangi penyelenggaraan haji, mulai dari praktik penipuan, lemahnya pengawasan, hingga peningkatan kualitas layanan transportasi, katering, dan kesehatan.
"Karena sudah dibentuk, kementerian ini harus bisa memberikan jawaban atas berbagai persoalan haji dan umrah, bukan justru menambah masalah baru," ujar dia.
Baca juga: Kementerian Haji dan Umrah, era baru layanan haji
Baca juga: BP Haji pastikan persiapan penyelenggaraan haji 2026 berjalan paralel
Baca juga: Wamen PANRB: UU Haji dan Umrah langkah strategis tingkatkan pelayanan
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.