Jakarta (ANTARA) - Kementerian Haji dan Umrah menegaskan perhitungan kuota haji per provinsi ke depan akan dilakukan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang, sehingga rata-rata masa tunggu Nasional merata pada kisaran 26-27 tahun.
"Jadi mungkin nanti ada banyak perubahan mungkin ada daerah atau provinsi yang naik jumlah jamaah hajinya tapi ada juga yang turun," ujar Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, selama ini alokasi kuota haji antarprovinsi dianggap dilakukan tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah beberapa kali merekomendasikan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap metode perhitungan kuota tersebut.
"BPK berulang kali merekomendasikan bahwa perhitungan kuota per provinsi selama ini tidak merujuk pada undang-undang. Karena itu, mulai sekarang, perhitungan harus kembali ke dasar hukum," kata Dahnil.
Ia menjelaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, disebutkan bahwa kuota haji ditentukan berdasarkan dua faktor utama, yakni jumlah penduduk muslim per provinsi dan jumlah daftar tunggu (waiting list).
"Jadi perhitungannya mengacu pada dua hal, jumlah penduduk muslim dan jumlah daftar tunggu. Bisa digunakan salah satu, atau gabungan keduanya," katanya.
Dengan pendekatan ini, Dahnil optimistis waktu tunggu haji di berbagai daerah bisa menjadi lebih merata.
"Kalau menggunakan daftar tunggu sebagai dasar, maka rata-rata nasional masa tunggunya sekitar 26–27 tahun. Tidak ada lagi provinsi yang harus menunggu hingga 40 tahun," kata dia.
Baca juga: Kemenhaj pastikan info loker petugas haji di Medsos hoaks
Di tempat terpisah, Menteri Haji dan Umrah Mochammad Irfan Yusuf mengatakan pemerintah tengah meminta persetujuan DPR terkait pembagian kuota haji yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Kuota yang diberikan tetap sama dengan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 221 ribu orang. Menurut dia, pembagian kuota akan dilakukan dengan pendekatan berdasarkan sistem antrean nasional, guna mewujudkan pemerataan antrean di seluruh provinsi.
Menurut Irfan, kebijakan ini diharapkan menciptakan keadilan dalam pemberangkatan haji. Apalagi di suatu daerah masa tunggunya ada yang menyentuh 40 tahun, sementara di tempat lain belasan tahun.
Sistem ini juga akan berpengaruh pada penyaluran nilai manfaat dana haji yang diterima jamaah.
"Dengan sistem antrian ini, nilai manfaat yang diberikan kepada jamaah akan lebih proporsional. Tidak ada lagi perbedaan mencolok antara jamaah yang menunggu 20 tahun dan yang menunggu 30 tahun, tetapi mendapatkan manfaat yang sama," kata dia.
Pemerintah, kata Irfan, telah menyampaikan usulan ini kepada Komisi VIII dan berharap dalam waktu dekat dapat memperoleh kepastian mekanisme yang akan digunakan.
"Mudah-mudahan dalam waktu segera kita akan mendapat kepastian mana sistem pembagian yang akan dipakai," katanya.
Baca juga: Wamen Haji dan Umrah pastikan SDM yang bergabung bebas dugaan korupsi
Baca juga: PBD bahas peningkatan pelayanan haji dan umrah dengan pemerintah pusat
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.