Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) menyusun Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) untuk menyiapkan generasi muda yang mampu bersaing di era akal imitasi (AI).
Sekretaris Kemendukbangga Budi Setiyono dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, mengemukakan pentingnya menyusun peta jalan sebagai langkah konkret di semua level pemerintahan, yang mencakup identifikasi kebutuhan pekerjaan masa depan, pemetaan kompetensi yang relevan, serta pelibatan masyarakat dalam proses transisi.
"Setiap daerah perlu menyusun sendiri strategi mereka. Pemerintah daerah harus bisa mengantisipasi munculnya jenis-jenis pekerjaan baru dan mempersiapkan sumber daya manusianya sejak sekarang. Jangan sampai terjebak pada keterampilan lama yang sudah tidak relevan," katanya.
Menurut Budi, penyusunan GDPK dan peta jalan diperlukan agar proses transformasi tidak meninggalkan satupun kelompok masyarakat dan memastikan generasi muda menjadi aktor perubahan.
"Inilah saatnya kita menanamkan nilai hidup yang terencana, adaptif, dan berorientasi masa depan. Generasi muda bukan sekadar penonton, mereka adalah aktor utama perubahan," ujar dia.
Baca juga: Mendukbangga: GDPK gali potensi penduduk untuk serap tenaga kerja
Ia juga menyebutkan pentingnya membuat strategi pembangunan berkelanjutan yang terintegrasi dengan antisipasi perubahan teknologi dan kesiapan sumber daya manusia, karena cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045 tak bisa dilepaskan dari kesiapan generasi muda dalam menghadapi revolusi digital dan perkembangan AI yang berlangsung dinamis.
“Kita semua punya tanggung jawab untuk menyiapkan generasi muda, terutama mereka yang akan menjadi pelaku utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Itu tidak akan tercapai tanpa rencana strategis yang matang dan kesiapan menghadapi dampak teknologi," ucap Budi.
Ia juga menyoroti bahwa perkembangan teknologi selalu datang dalam dua sisi, yakni potensi positif dan risiko destruktif AI. Selain bisa mempercepat proses analisis data, produksi, hingga pelayanan publik, AI juga dapat membuat manusia terlalu bergantung dan kehilangan kemampuan berpikir kritis serta daya gerak alami.
"Teknologi, termasuk AI, punya potensi luar biasa. Kita bisa manfaatkan untuk mempercepat analisis dan efisiensi proses produksi dan layanan, tetapi juga ada sisi negatif seperti motorik yang semakin malas dalam melakukan proses secara natural karena terlalu bergantung di AI itu, sehingga otak kita tidak dipakai secara intuitif untuk berpikir," tuturnya.
Baca juga: Wamendukbangga dorong pemerintah daerah susun GDPK
Baca juga: BKKBN dorong integrasi GDPK dalam dokumen perencanaan daerah
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025