Kemenag bahas konsep ekoteologi di kampus, jawab tantangan iklim

1 hour ago 3
Kerusakan lingkungan bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga menyangkut kesadaran spiritual. Kemenag mendorong lahirnya gerakan kolektif berbasis nilai agama untuk merespons krisis iklim

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Bincang Syariah Goes To Campus yang menyoroti pentingnya konsep ekoteologi dalam menjawab tantangan krisis iklim pada acara "Mawlid For Earth: Sharia and Eco Wisdom" di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Acara tersebut merupakan rangkaian program nasional Blissful Maulid yang digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag.

"Kerusakan lingkungan bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga menyangkut kesadaran spiritual. Kemenag mendorong lahirnya gerakan kolektif berbasis nilai agama untuk merespons krisis iklim," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag Arsad Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Arsad mengatakan dunia tengah menghadapi krisis lingkungan yang semakin kompleks. Perubahan iklim, banjir, degradasi tanah, hingga deforestasi, disebutnya sebagai ancaman nyata yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.

Baca juga: Kemenag ajak mahasiswa jaga bumi lewat Blissful Mawlid

"Setiap ayat Al Quran dan hadis yang menyinggung pentingnya menjaga bumi adalah panggilan moral bagi umat Islam untuk bertindak nyata," kata dia.

Arsad menilai konsep ekoteologi selaras dengan ajaran Islam yang menekankan keseimbangan.

Menurutnya, pelestarian lingkungan harus ditempatkan sejajar dengan upaya menjaga jiwa, akal, agama, keturunan, dan harta. Hal ini sekaligus memperluas dimensi tujuan syariat dalam konteks kekinian.

Acara yang dikemas interaktif ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat baru di kalangan mahasiswa dan sivitas akademika untuk menjadikan isu lingkungan sebagai bagian dari pengamalan agama.

"Belajar dari keteladanan Nabi, kita diajarkan untuk hidup sederhana, tidak merusak, dan selalu berpihak pada kelestarian bumi. Spirit inilah yang kami harap tumbuh dalam setiap aktivitas keagamaan di kampus maupun masyarakat," kata Arsad.

Baca juga: Menag kenalkan konsep ekoteologi saat peringatan Maulid Nabi

Diskusi ini juga menghadirkan akademisi filsafat Islam Dr. Fahruddin Faiz yang memperdalam refleksi tentang relasi manusia dan alam.

Menurutnya, ada tiga prinsip dasar yang penting dalam membangun relasi etis dengan semesta yakni keragaman sebagai sunatullah, harmoni dan keseimbangan, serta interkonektivitas.

"Kalau alam rusak, manusia juga akan terdampak. Begitu juga sebaliknya, ketika manusia berlaku semena-mena, ekosistemlah yang menanggung akibatnya. Karena itu keragaman, harmoni, dan interkoneksi harus menjadi dasar kita dalam memaknai kebersamaan dengan semesta," kata Faiz.

Ia juga menyoroti bahwa kerusakan lingkungan tidak bisa diselesaikan secara individual, tetapi membutuhkan kesadaran kolektif.

"Apa yang dilakukan satu pihak akan berdampak pada pihak lain, termasuk lembaga dan komunitas. Maka kesadaran ekologis ini harus dibangun bersama-sama," kata dia.

Baca juga: Penyempurnaan tafsir Al Quran pertimbangkan keseimbangan alam

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |