Kematian hantui pasien cuci darah di Gaza

2 months ago 7

Gaza (ANTARA) - Penyangga kaki milik Abdullah Al-Mashharawi tersandar pada dinding tenda tipis di antara reruntuhan area permukiman Tal al-Hawa yang hancur di Gaza City barat.

Selama sembilan tahun, dialisis (cuci darah) menopang hidup ayah tujuh anak berusia 39 tahun ini. Kini, setelah lima kali mengungsi di jalur yang dilanda perang, dia menghadapi sebuah kesimpulan, yaitu jika tidak ada bahan bakar, maka tidak ada pengobatan.

"Jumlah pasien meningkat, dan kamar-kamar tidak lagi memadai untuk melayani kami. Tanpa bahan bakar dan air, situasi kembali ke titik nol," katanya kepada Xinhua, dengan keringat bercucuran di dahinya di tengah cuaca panas.

Situasi yang dihadapinya juga dirasakan oleh ratusan pasien gagal ginjal lainnya di seluruh Gaza, yaitu mesin dialisis tidak berfungsi di tengah kekurangan bahan bakar yang kronis.

Pasien warga Palestina menerima perawatan di departemen dialisis Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, (24/2/2025). (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Kehancuran itu bersifat sistematis, di Rumah Sakit Al-Shifa yang dahulu menjadi tumpuan medis Gaza, semua layanan cuci darah dihentikan sejak Selasa (1/7). Perawatan intensif kini hanya beroperasi beberapa jam setiap hari.

"Ini bukan kerusakan yang tidak disengaja. Ini upaya yang disengaja untuk menghancurkan berbagai layanan penting," kata Direktur Rumah Sakit Mohammed Abu Selmeia.

Otoritas kesehatan di Gaza dalam sebuah pernyataan pers menyebutkan bahwa lebih dari 400 pasien gagal ginjal telah meninggal sejak Oktober 2023. Otoritas juga memperingatkan terkait "kematian yang tak terhindarkan" bagi pasien di seluruh daerah kantong tersebut.

Bagi Umm Islam Al-Dadah (55), yang mengidap gagal ginjal selama 15 tahun, pengurangan sesi cuci darah memicu komplikasi hebat.

"Biasanya, saya menjalani cuci darah tiga kali sepekan. Kini, tidak ada bahan bakar, tidak ada perawatan," kata wanita itu dalam kondisi terbaring di kasur tipis di tempat penampungan sementara di dekat rumah sakit kepada Xinhua dengan suara lemah.

"Pekan lalu, saya hanya menjalani satu sesi. Saya kemudian mengalami serangan kolik yang parah. Kami makan lentil karena tidak ada pilihan lain. Anemia saya semakin parah, dan rasa sakitnya tak kunjung hilang," ujarnya.

Para pengamat memperkirakan bahwa Gaza membutuhkan 500 truk bantuan setiap hari, tetapi Israel membatasi jumlahnya menjadi puluhan.

"Tentara Israel memberlakukan pembatasan yang sangat ketat terhadap masuknya bahan bakar dan pasokan medis. Setiap hari di rumah sakit kami terasa seperti pertempuran untuk menyelamatkan nyawa dengan tangan kosong," kata Direktur Otoritas Kesehatan di Gaza Munir al-Bursh, kepada Xinhua.

"Pasien tidak bisa menunggu. Setiap penundaan adalah hukuman mati secara perlahan," katanya.

Pasien warga Palestina menerima perawatan di departemen dialisis Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, (24/2/2025). (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Sementara itu, staf medis bekerja dalam kondisi kelelahan.

"Mereka bekerja tanpa bayaran atau peralatan. Para pasien sekarat di hadapan kami, dan kami tidak dapat melakukan apa-apa," kata spesialis ginjal di Gaza, Nidal Al-Sharif, kepada Xinhua.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia juga telah memohon agar koridor evakuasi dibuka ketika mesin-mesin mati akibat kekurangan bahan bakar dan kurangnya pemeliharaan.

Keluarga pasien yang tinggal di reruntuhan saat ini memiliki permohonan yang sama.

"Kami tidak meminta sesuatu yang mustahil. Kami hanya ingin hidup dan mendapatkan perawatan seperti orang-orang di tempat lain di dunia," kata Mariam Salam, seorang wanita yang hanya memiliki satu ginjal dari Gaza City, kepada Xinhua.

Seorang petugas medis terlihat di departemen dialisis Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, (1/7/2025). (Xinhua/Rizek Abdeljawad)


"Di tengah seruan gencatan senjata kemanusiaan dan peningkatan akses bantuan di seluruh dunia, ada ratusan pasien ginjal di Gaza yang masih berada dalam kondisi kritis, dengan nyawa yang terancam karena menunggu aliran listrik, bahan bakar, dan peralatan medis yang berfungsi dengan baik," ujarnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |