Cilacap (ANTARA) - Kelompok Sida Asih di Kelurahan Kutawaru, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, berhasil mengembangkan kawasan konservasi mangrove di kawasan Segara Anakan yang menjadi pusat edukasi dan wisata berbasis lingkungan.
Ketua Kelompok Sida Asih Naswan di Kelurahan Kutawaru, Kecamatan Cilacap Tengah, Cilacap, Rabu, mengatakan upaya tersebut berawal dari keprihatinan mendiang ayahnya, Kartosaryan, melihat kondisi pesisir yang gundul dan terancam abrasi, sehingga dia mulai melakukan penanaman mangrove secara mandiri sejak 1990-an.
“Pada 2016 dibentuk Kelompok Sida Asih yang kini memiliki 32 anggota, terdiri atas 15 laki-laki dan 17 perempuan. Alhamdulillah, berkat dukungan berbagai pihak, termasuk CSR PT Patra Niaga Integrated Terminal Cilacap, pembinaan yayasan, dan Dinas Kehutanan, kegiatan ini berkembang pesat," katanya.
Menurut dia, Kelompok Sida Asih mengelola langsung kawasan wisata mangrove berupa Konservasi Mangrove Jagapati (Simanja) seluas 2 hektare dengan jenis tanaman Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Bruguiera, dan Ceriops.
Baca juga: Kementerian LH rehabilitasi 769 ribu hektare mangrove
Selain itu, pihaknya juga mengelola lahan konservasi penghijauan yang dikerjakan bersama sejumlah perusahaan melalui program tanggung jawab sosial yang kini luasannya mencapai 45 hektare.
Ia mengakui dampak lingkungan yang dirasakan sangat signifikan karena selain menahan abrasi, ekosistem pesisir kembali hidup.
"Dulu burung, kepiting, ikan hampir tidak ada. Sekarang bukan hanya kepiting, burung pun banyak dan bahkan jinak di sini," katanya.
Ia menyebutkan satu pohon mangrove dapat menopang hingga 10 jenis hewan, sementara secara ilmiah, setiap 1 hektare mangrove mampu menyerap sekitar 4.500 ton karbon dioksida.
"Artinya, penanaman ini bukan hanya bermanfaat untuk kita, juga untuk generasi mendatang," katanya menjelaskan.
Secara ekonomi, kata dia, kegiatan tersebut memberikan alternatif mata pencaharian bagi warga yang sebagian besar petani dan nelayan musiman.
Baca juga: Kemenhut sebut pelibatan masyarakat kunci sukses rehabilitasi mangrove
Menurut dia, kelompok mengembangkan pembibitan mangrove yang dipasarkan hingga luar kabupaten.
"Tahun 2020 saja kami bisa mengirim 200 ribu bibit," katanya.
Selain itu, kata dia, muncul sejumlah unit usaha seperti kelompok tani wanita, bank sampah, dan kelompok nelayan "Pepes Sega Kecap" yang semuanya berbasis pemanfaatan potensi lingkungan.
Ia mengatakan wisatawan yang berkunjung tidak hanya masyarakat umum, juga pelajar tingkat PAUD hingga perguruan tinggi dan mereka disuguhi edukasi tentang mangrove.
Meski demikian, dia mengakui tantangan terbesar adalah regenerasi anggota karena saat ini seluruh anggota kelompok merupakan lansia karena banyak anak muda setelah sekolah langsung merantau ke luar negeri, sehingga Kelompok Sida Asih berupaya sejak dini mengedukasi mereka supaya ada penerus.
"Awalnya hanya konservasi, kini bisa menjadi wisata dan pusat edukasi. Harapannya, penghijauan ini bisa menjadi warisan bagi anak cucu kita," kata Naswan.
Area Manager Communication Relations Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Taufik Kurniawan mengatakan program Simanja telah berjalan sejak beberapa tahun lalu dan dinyatakan exit program pada 2024.
Kendati demikian, dia mengatakan Pertamina terus memberdayakan kelompok masyarakat penerima manfaat untuk mereplikasi keterampilan ke kelompok lain.
"Prinsip kami, maksimal lima tahun masyarakat sudah mandiri. Namun kalau sudah mandiri, mereka bisa mengembangkan keahlian yang kami latih dan membagikannya ke kelompok lain," katanya.
Baca juga: Menyusuri keindahan hutan mangrove di Teluk Sulaiman, Kalimantan Timur
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.