Semarang (ANTARA) - Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang tahun ini bertema Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju merupakan momentum membangkitkan rasa kebangsaan, khususnya pemakaian bahasa Indonesia. Bahasa negara ini berfungsi sebagai alat permersatu bangsa.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti pada puncak perayaan Bulan Bahasa dan Sastra (BSS) di Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024, berkata bahwa bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, melainkan merupakan tolok ukur keadaban suatu bangsa yang merdeka.
Dengan demikian, menjaga kedaulatan bahasa negara merupakan suatu keniscayaan. Kedaulatan bahasa Indonesia bergantung pada tingkat kepatuhan pemangku kepentingan, termasuk wartawan, dalam menaati kaidah bahasa Indonesia, baik kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, maupun tanda baca.
Namun, apakah bangsa kita sudah berdaulat, khususnya dalam pemakaian bahasa Indonesia? Dalam penulisan Cina, misalnya, apakah ada keberanian mengimplementasikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet AMPERA Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, tanggal 28 Juni 1967, yang mengubah penyebutan negara Republik Rakyat China menjadi Republik Rakyat Tiongkok?
Begitu pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ketika kita mengetik "Cina", muncul makna sebuah negeri di Asia bernama Tiongkok serta makna lainnya. Namun, ketika mengetik "China" hanya muncul "Cina". Kedaulatan bahasa negara tampaknya masih perlu upaya dan keberanian bersama untuk menyebut negara Tirai Bambu itu sebagai Republik Rakyat Cina atau Republik Rakyat Tiongkok.
Generasi muda perlu ada keberanian menerapkan kaidah bahasa Indonesia. Siapa lagi kalau bukan kita yang menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Undang-undang ini mengatur penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara dan berfungsi sebagai sarana pemersatu bangsa.
Oleh sebab itu, perlu memperhatikan kaidah bahasa Indonesia terkait dengan SPOK (subjek, predikat, objek, keterangan), baik dalam kalimat tunggal maupun kalimat majemuk. Kalimat majemuk ini terdiri atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran (kalimat yang menggabungkan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat).
Terkait dengan kaidah ejaan, pemangku kepentingan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar harus menggunakan kata atau istilah yang sama maknanya dengan yang ditetapkan di dalam kamus, dalam hal ini KBBI. Dengan demikian, ada kesatuan dalam berbahasa Indonesia, atau tidak manasuka membuat aturan sendiri.
Hal yang terkait dengan tanda baca, pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar merujuk pada Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 0424/I/BS.00.01/2022 tentang Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD Edisi V).
Baca juga: Badan Bahasa Kemendikdasmen kuatkan UKBI untuk peningkatan SDM
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.