Kapimgama: Pemimpin adaptif jadi penggerak Indonesia Emas 2045

2 hours ago 2

Yogyakarta (ANTARA) - Keluarga Alumni Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada (Kapimgama) menegaskan pentingnya kepemimpinan adaptif sebagai motor penggerak transformatif menuju Indonesia Emas 2045.

"Pemimpin harus mampu mengubah tantangan menjadi tujuan dan ketidakpastian menjadi peluang, karena hanya dengan cara itulah visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan," ujar Ketua Umum Kapimgama Mayjen TNI (Purn) Hassanudin saat pembukaan "Leadership Day 2025" di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Selasa.

Ia menyebut kepemimpinan masa kini dan mendatang tidak lagi cukup bertumpu pada kecerdasan intelektual semata, tetapi menuntut kemampuan adaptasi di tengah perubahan global yang cepat dan penuh ketidakpastian.

Dia menilai pemimpin sejati bukanlah sosok yang berdiam di tengah situasi kompleks, melainkan yang berani mengambil keputusan dan membawa kejelasan di tengah kekacauan.

Baca juga: FK-KMK UGM ajak mahasiswa internasional belajar kesehatan kerja

Menurutnya, tantangan kepemimpinan sepuluh tahun ke depan akan semakin besar. Ketidakpastian ekonomi global, disrupsi digital, dan kompleksitas sosial menjadi ujian nyata bagi para pemimpin di berbagai bidang.

Karena itu, Hassanudin menyebut, pola kepemimpinan yang mampu menavigasi perubahan tanpa kehilangan arah semakin dibutuhkan.

"Pemimpin tidak bicara status, tapi tindakan. Ia harus memimpin karena perubahan, bukan karena posisi," ujar dia.

Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara visi jangka panjang dan tindakan jangka pendek dalam mewujudkan pembangunan nasional.

Kepemimpinan yang adaptif, katanya, harus dibarengi kreativitas, keberanian mengambil risiko, serta komitmen terhadap inovasi berkelanjutan.

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Wening Udasmoro menilai pentingnya dimensi empati dan inklusivitas dalam kepemimpinan masa depan.

Di tengah arus revolusi digital, krisis lingkungan, dan kompleksitas sosial global, ia menilai bahwa pemimpin perlu hadir dengan kesadaran kemanusiaan yang kuat.

"Kita membutuhkan model kepemimpinan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga adaptif, kolaboratif, dan berjiwa empati," katanya.

Menurut dia, dunia modern acap kali terjebak dalam budaya angka dan algoritma yang menempatkan produktivitas di atas kemanusiaan.

Padahal, menurutnya, pemimpin sejati justru yang memiliki visi inklusi dengan berdiri di atas semua golongan, memahami yang terpinggirkan, dan menciptakan ruang kolaboratif bagi semua lapisan masyarakat.

Ia menuturkan kegiatan "Leadership Day 2025" yang digelar Kapimgama dan Sekolah Pascasarjana UGM tidak hanya menjadi forum ilmiah, tetapi juga ruang refleksi untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dalam kepemimpinan lintas disiplin.

"Mari kita jadikan 'Leadership Day 2025' sebagai momentum baru semangat kepemimpinan dari Universitas Gadjah Mada untuk Indonesia dan dunia," ujar Wening.

Baca juga: Pakar UGM sebut PSEL harus diiringi transisi menuju ekonomi sirkular

Baca juga: UGM akselerasi ekosistem halal berbasis desa di DIY lewat ICIHES 2025

Baca juga: Etana-UGM perkuat ekosistem bioteknologi kesehatan di IBS 2025

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |