Bandung (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyusun langkah-langkah strategis untuk menyikapi angka depresi Jabar tertinggi di Indonesia dengan prevalensi menembus 3,3 persen berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI).
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan berdasarkan data yang diterimanya, Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Jawa Barat per 2024 ini, menembus 62 ribu lebih.
"Tentu ini merupakan pekerjaan rumah untuk semua pihak, makanya kami mengambil langkah dengan pertemuan bersama organisasi profesi psikolog klinis, Kementerian Kesehatan, dan ahli petang ini, untuk merumuskan langkah efektif demi menurunkan prevalensi depresi masyarakat Jabar," kata Herman di Gedung Sate Bandung, Jumat.
Prevalensi ini, katanya, berdasarkan hasil SKI untuk masyarakat yang berusia 15 tahun ke atas. Namun untuk anak-anak di bawah usia itu perlu pendalaman lebih jauh.
"Oleh karena itu salah satu yang harus diwaspadai di anak-anak SMP dan SMA, SMK, karena SKI ini mengukur masyarakat di atas 15 tahun," ucap dia.
Baca juga: Mengenal lebih jauh gangguan depresi persisten dan penanganannya
Cara yang utama dalam langkah efektif yang disusun, dengan mendorong puskesmas di Jawa Barat ada sebanyak 1.100 untuk memiliki fungsi memberikan layanan psikologi klinis. Namun tetap menyesuaikan dengan situasi dan kondisinya mengingat jumlah psikolog klinis yang terbatas.
"Ada yang mungkin nanti kita akan dorong psikolog klinis untuk bergabung di puskesmas, terutama yang sudah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) terlebih dahulu, tetapi tentu ini bertahap. Yang lainnya mungkin kita akan memberikan wawasan tentang psikologi klinis kepada dokter yang ada, walaupun tentu bukan spesialisasinya. Ini agar yang utama fungsi psikologis bisa berjalan di semua puskesmas," ucap dia.
Untuk teknisnya, Pemprov Jabar menunggu regulasi dari Kementerian Kesehatan untuk mengatur formasi yang dibutuhkan guna memenuhi salah satu fungsi dari puskesmas yang diamanatkan oleh Undang-Undang Kesehatan yakni memberikan layanan psikologi klinis.
"Kan praktiknya ini harus disiapkan formasinya, kemudian harus ada regulasinya dan ini akan bertahap. Yang paling penting ada kesadaran bahwa kita punya persoalan dengan kesehatan jiwa dan harus secepatnya ditangani," ujarnya.
Regulasi tersebut, kata Herman, agar menjadi dasar untuk konsolidasi bersama kota dan kabupaten untuk sama-sama menurunkan tingkat depresi Jabar dengan prevalensi sebesar 3,3 persen yang tersebar di 27 kabupaten/kota.
Baca juga: 5 alasan mengejutkan mengapa perfeksionis dapat berisiko depresi
Baca juga: Sekolah lansia bantu cegah lansia depresi lewat kegiatan produktif
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025