Melbourne (ANTARA) - Royal Melbourne Hospital (RMH) Australia melakukan uji coba klinis pertama melalui platform inovatif Brain Perioperative (BrainPOP) sebagai cara kerja obat baru melawan kanker otak.
Pernyataan yang dirilis pada Senin (25/8) menyebutkan bahwa pengobatan baru akan segera hadir, berkat penemuan mutasi pada LGG serta proses baru yang inovatif untuk mengobatinya, kata para peneliti.
LGG adalah jenis kanker otak yang tumbuh lambat dan berdampak signifikan pada kehidupan pasien, yang banyak di antaranya adalah orang dewasa muda dalam masa produktif mereka.
Ditandai oleh mutasi spesifik pada gen yang disebut IDH, pengobatan LGG yang ada saat ini terbatas, dan LGG telah lama dianggap tidak dapat disembuhkan.
Studi percontohan ini menguji Safusidenib, sebuah inhibitor oral yang menargetkan gen IDH1 yang bermutasi. Peneliti dari institusi medis terkemuka Australia mengamati efek obat tersebut pada sampel tumor LGG baik sebelum maupun sesudah pengobatan.
Hasilnya menjanjikan, dengan bukti studi utamanya telah dipublikasikan di dalam jurnal Nature Medicine.
"Uji coba ini bukan hanya sebuah revolusi dalam cara kita menguji pengobatan baru, melainkan juga menghadirkan peluang-peluang baru bagi kelompok pasien penyakit mematikan ini yang berasal dari kelompok usia yang patut diselamatkan," ungkap Kate Drummond, direktur bedah saraf di RMH sekaligus investigator utama uji coba tersebut.
Onkolog Jim Whittle dari Peter MacCallum Cancer Center yang berbasis di Melbourne, yang juga penulis senior dalam studi ini, mengatakan bahwa uji coba perioperatif, yang mengambil sampel biopsi sebelum dan sesudah pengobatan untuk mengukur efek obat, umum dilakukan pada kanker lain.
Tetapi karena kompleksitas bedah saraf, metode itu belum pernah digunakan pada kanker otak hingga saat ini.
Studi baru ini menunjukkan BrainPOP sebagai sebuah platform yang aman dan efektif yang mampu mengungkap efek obat secara rinci di dalam otak.
Sehingga memungkinkan pengambilan keputusan pengobatan yang dipersonalisasi dan membantu mengidentifikasi pasien yang mungkin mendapat manfaat paling besar (dari terapi tersebut), imbuh Whittle.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.