Jakarta (ANTARA) - UN Global Compact Network Indonesia (IGCN) berkolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membentuk innovation hub untuk menghubungkan para inovator di bidang bisnis berkelanjutan.
"Kita dengan BRIN melihat sebuah peluang, bagaimana kita bisa membentuk sebuah innovation hub untuk para profesional muda ini. Mereka bisa saling interaktif, tetapi saling berbagi juga," kata Direktur Eksekutif UN Global Compact Network Indonesia Josephine Satyono di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, dengan adanya BRIN, maka pemerintah dapat memastikan proyek-proyek inovasi dari perusahaan tidak stagnan dan berlanjut ke implementasi.
"Apa yang mereka perlukan? Tentunya dukungan, termasuk dukungan pendanaan. Jadi bagaimana ini bisa ditingkatkan supaya pengaruhnya lebih besar lagi di dalam perusahaan dan melihat ini sebagai sebuah peluang," ujar dia.
Menurutnya, apabila perusahaan melihat inovasi-inovasi ini sebagai sebuah peluang, maka perlu ada perencanaan bisnis yang baik untuk menciptakan ekosistem riset dan inovasi yang sehat, utamanya di bidang bisnis berkelanjutan.
Baca juga: BRIN-IGCN bawa inovator bisnis berkelanjutan ke New York
Josephine juga mengemukakan ekosistem inovasi berkelanjutan di Indonesia saat ini sudah mulai meningkat, dibuktikan dengan komitmen perusahaan yang terus berpartisipasi dalam kompetisi-kompetisi oleh IGCN, salah satunya SDG Innovation Accelerator for Young Professionals (SDGI) 2025
"Kalau saya lihat, komitmen dari perusahaan itu sangat tinggi, yang perlu dukungan adalah kejelasan regulasi, bagaimana juga akses terhadap green financing (pendanaan hijau) yang kadang-kadang belum mudah, padahal investasinya sudah banyak sekali," ucapnya.
Ia mencontohkan bisnis tekstil dalam negeri yang kini sudah diminati oleh negara-negara di Eropa, namun sebagian besar memberi syarat agar mesin yang digunakan tidak menyumbang emisi.
Baca juga: BRIN-IGCN kolaborasi perkuat kapasitas inovator muda lewat SDGI 2025
"Baru ada forum internasional untuk pendanaan bisnis berkelanjutan. Sebagian besar perusahaan itu mendapati bahwa ternyata pendanaan itu banyak sekali, tetapi persyaratan mereka untuk produk-produk tekstil kalau misal pembelinya dari Eropa, mereka minta supaya mesinnya yang sudah tidak menyumbang emisi, jadi harus sudah menggunakan energi terbarukan, maka banyak pengusaha tekstil kita yang enggak bisa punya akses ke pendanaan untuk mengganti mesinnya itu," paparnya.
Perusahaan di luar negeri, lanjut dia, saat ini sudah menetapkan syarat-syarat misalnya dalam proses produksi tidak ada pelanggaran hak asasi manusia, pekerja anak, dan lain sebagainya agar bisnis yang dijalankan dapat berkelanjutan. Untuk itu, menurutnya, inovasi-inovasi bisnis yang berkelanjutan di Indonesia perlu fokus pada hal tersebut.
Baca juga: Sarana Jaya-IGCN komitmen tingkatkan pembangunan keberlanjutan Jakarta
Baca juga: IGCN: Integritas penting untuk pertumbuhan perusahaan berkelanjutan
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.