Jakarta (ANTARA) - Belakangan ini, istilah vasektomi kembali menjadi perbincangan publik, khususnya setelah adanya program bantuan sosial yang mensyaratkan pria telah menjalani vasektomi sebagai salah satu kriteria penerima. Hal ini memicu pertanyaan di kalangan masyarakat Muslim, terutama terkait status hukum vasektomi dalam pandangan agama Islam.
Vasektomi adalah tindakan medis yang dilakukan untuk mencegah kehamilan secara permanen pada pria. Prosedur ini dilakukan dengan cara memotong atau mengikat saluran sperma (vas deferens), sehingga sperma tidak ikut keluar saat ejakulasi. Akibatnya, pria yang telah menjalani vasektomi tidak lagi memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur.
Umumnya, vasektomi dipilih oleh pasangan yang merasa telah cukup memiliki anak atau karena adanya pertimbangan kesehatan yang mengharuskan pencegahan kehamilan.
Pandangan Islam terhadap vasektomi
Dalam perspektif Islam, tindakan vasektomi memiliki implikasi serius terhadap prinsip keberlangsungan keturunan. Oleh sebab itu, mayoritas ulama menilai bahwa vasektomi, yang bersifat memutus keturunan secara permanen, pada dasarnya diharamkan.
Alasan utama pelarangan ini adalah karena Islam memandang keturunan sebagai salah satu tujuan utama pernikahan dan bagian dari maqashid al-syariah (tujuan utama syariat), yaitu menjaga keturunan (hifz al-nasl). Tindakan yang secara sengaja dan permanen mencegah lahirnya keturunan tanpa alasan syar’i dianggap bertentangan dengan prinsip tersebut.
Baca juga: Begini cara kerja dan prosedur kontrasepsi vasektomi pada pria
Namun demikian, dalam kondisi tertentu, seperti adanya darurat medis atau risiko serius terhadap kesehatan ibu maupun anak, para ulama memperbolehkan tindakan tersebut sebagai bentuk rukhsah (keringanan). Dalam situasi semacam ini, hukum haram dapat berubah menjadi mubah (boleh), selama terdapat pertimbangan medis yang kuat dan keputusan tersebut tidak diambil secara sembarangan.
Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, turut memberikan pandangan resmi terkait hukum vasektomi. Dalam Muktamar ke-28 NU yang diselenggarakan di Krapyak, Yogyakarta, diputuskan bahwa tindakan sterilisasi seperti vasektomi hanya diperbolehkan apabila sifatnya sementara dan dapat dipulihkan kembali.
Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa prosedur sterilisasi yang bersifat permanen serta mengakibatkan kerusakan atau penghilangan organ tubuh yang berfungsi, hukumnya tidak diperbolehkan (haram).
Dengan demikian, NU menegaskan bahwa bentuk kontrasepsi permanen seperti vasektomi tidak sesuai dengan syariat Islam apabila dilakukan tanpa alasan medis yang mendesak dan tidak bersifat sementara.
Secara umum, hukum vasektomi dalam Islam adalah haram, karena termasuk dalam tindakan memutus keturunan secara permanen. Namun, dalam situasi darurat dan dengan alasan medis yang jelas serta tidak ada alternatif lain, tindakan ini dapat dipertimbangkan sebagai pengecualian, atas dasar maslahat dan prinsip darurat membolehkan yang terlarang (al-dharurat tubih al-mahdhurat).
Masyarakat Muslim diimbau untuk berkonsultasi dengan ahli medis dan tokoh agama sebelum memutuskan untuk menjalani vasektomi. Selain pertimbangan medis, keputusan ini juga hendaknya dilandasi pemahaman keagamaan yang mendalam agar tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam.
Baca juga: Mendukbangga: Vasektomi bukti bukan hanya perempuan objek kontrasepsi
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025