Hukum hamil di luar nikah dalam perspektif Islam

3 months ago 15

Jakarta (ANTARA) - Mengandung di luar nikah merupakan isu kompleks dalam masyarakat Muslim, yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Secara moral dan sosial, perbuatan ini sering menimbulkan stigma dan tekanan dari lingkungan, serta berdampak pada kehormatan individu dan keluarga.

Dalam perspektif Islam, mengandung di luar nikah dikategorikan sebagai zina, yang dianggap sebagai dosa besar. Tindakan ini memiliki konsekuensi serius, baik di dunia melalui sanksi sosial dan hukum, maupun di akhirat sesuai dengan ajaran agama.

Pandangan Islam terhadap kehamilan di luar nikah

Islam secara tegas melarang zina, dan menetapkan hukuman had bagi pelakunya. Bagi yang belum menikah, hukumannya adalah dera (jild) sebanyak 100 kali dan pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini bertujuan memberikan efek jera dan menjaga tatanan moral dalam masyarakat.

Sedangkan bagi yang sudah menikah, hukumannya adalah rajam hingga mati, karena dianggap telah mengkhianati ikatan suci pernikahan. Namun, jika pelaku zina sedang hamil, pelaksanaan hukuman ditunda hingga ia melahirkan, sebagaimana disepakati oleh para ulama, demi menjaga keselamatan jiwa sang anak yang belum bersalah.

Perbedaan pendapat ulama mengenai pernikahan dengan wanita hamil di luar nikah

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai sah atau tidaknya menikahi wanita yang hamil akibat zina:

- Mazhab Syafi'i dan Hanafi: Mengizinkan pernikahan dengan wanita hamil akibat zina, baik oleh pria yang menghamilinya maupun oleh pria lain.

- Mazhab Maliki dan Hambali: Melarang pernikahan dengan wanita hamil akibat zina, baik oleh pria yang menghamilinya maupun oleh pria lain, hingga ia melahirkan.

Di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (KHI) memperbolehkan pernikahan antara wanita hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya, tanpa harus menunggu kelahiran anak.

Status anak yang lahir dari kehamilan di luar nikah

Dalam hukum Islam, anak yang lahir dari hubungan zina tidak memiliki nasab kepada ayah biologisnya, melainkan hanya kepada ibunya. Anak tersebut juga tidak memiliki hak waris dari ayahnya dan tidak dapat menjadi wali dalam pernikahan.

Namun, dalam konteks hukum positif di Indonesia, anak yang lahir di luar nikah memiliki hak untuk diakui dan mendapatkan perlindungan hukum, termasuk hak atas identitas dan pemeliharaan.

Pentingnya taubat dan perlindungan sosial

Islam mendorong pelaku zina untuk segera bertaubat dengan sungguh-sungguh, menyesali perbuatannya, dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya. Masyarakat juga diimbau untuk tidak mengucilkan wanita hamil di luar nikah, melainkan memberikan dukungan moral dan sosial agar ia dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

Dengan begitu, mengandung di luar nikah dalam perspektif Islam adalah perbuatan yang dilarang dan memiliki konsekuensi hukum. Namun, Islam juga memberikan ruang bagi taubat dan perbaikan diri. Penting bagi masyarakat untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada wanita hamil di luar nikah dan anak yang dilahirkannya, sesuai dengan prinsip keadilan dan kasih sayang dalam Islam.

Baca juga: Anemia saat hamil dan risiko autisme pada anak

Baca juga: Lima calon haji NTB batal berangkat lantaran sakit dan hamil

Baca juga: Dokter: Hamil usia 35 tahun ke atas berisiko lahirkan bayi dengan PJB

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |