Hukum dan dalil keringanan puasa untuk orang yang sedang bepergian

5 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak situasi yang membuat seseorang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan maksimal, salah satunya adalah ketika sedang dalam perjalanan jauh atau berstatus sebagai musafir.

Islam sebagai agama yang penuh dengan kasih sayang dan kemudahan telah memberikan keringanan bagi mereka yang menghadapi kondisi tertentu, termasuk dalam hal puasa. Bukan tanpa dasar, keringanan ini memiliki landasan kuat dalam Al Quran.

Banyak umat Muslim yang mungkin bertanya-tanya, apakah bepergian otomatis membuat seseorang boleh meninggalkan puasa? Bagaimana batasan dan ketentuan yang dijelaskan dalam ajaran Islam?

Baca juga: Apakah orang mudik boleh tidak berpuasa Ramadhan? begini aturannyaBaca juga: Pesepeda ke Tanah Suci asal Magelang tiba di Kuala Lumpur

Dalil-dalil yang membolehkan seorang musafir untuk tidak berpuasa

Dibolehkan untuk tidak berpuasa bagi seorang musafir yang melakukan perjalanan pada bulan Ramadhan. Hal tersebut didasarkan pada dalil Al Quran

Dalil-dalil dari Al Quran:

Firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka, jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [Al-Baqarah/2: 184]

Baca juga: Pemkab Kudus gelontorkan Rp2,6 miliar untuk perbaikan Stadion Wergu

Firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

Demikianlah nash sharih (jelas) yang membolehkan seorang musafir tidak berpuasa, tetapi dia tetap berkewajiban untuk mengqadha’ puasa sesuai dengan hari-hari yang ditinggalkannya itu. Dan pada ayat-ayat di atas terdapat penjelasan mengenai sebab tidak berpuasa, yaitu pemberian keringanan dan kemudahan kepada kaum muslimin.

Seorang musafir diberikan keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi tetap wajib mengqadha di lain waktu. Namun, ia tidak boleh membatalkan puasanya saat masih berada di rumah. Dalam Fatawa Shiyam (hal. 133) disebutkan:

"Diharamkan baginya membatalkan puasa sementara ia masih berada di rumahnya. Namun, jika ia membatalkannya sebelum berangkat, maka ia tetap wajib mengqadha."

Sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang boleh berbuka saat sudah bersiap bepergian, seperti yang dilakukan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Namun, pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa puasa hanya boleh dibatalkan setelah benar-benar keluar dari daerah tempat tinggalnya, sebagaimana ketentuan dalam qashar shalat.

Baca juga: Sering menjadi tim musafir jadi modal Persipura arungi Liga 1

Baca juga: Pesepeda ke Tanah Suci asal Magelang tiba di Kuala Lumpur

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |