HP keluarga baru yang bisa ganggu kualitas hubungan keluarga

1 month ago 5

Bandung (ANTARA) - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji mengungkapkan fenomena telepon selular (HP) kini menjadi keluarga baru, tapi ini bisa mengganggu kualitas hubungan satu keluarga.

Hal tersebut, kata Wihaji, karena saat ini terjadi fenomena peningkatan intensitas penggunaan gawai oleh satu keluarga termasuk ketika dalam momen-momen bersama keluarga, yang bahkan juga dilakukan oleh anak-anak yang kini bisa mencapai 7-8 jam per hari, yang akhirnya menggantikan peran keluarga itu sendiri.

"Hari ini kita punya keluarga baru, yaitu handphone. Ia ada terus bersama kita setiap hari, bahkan menggantikan peran penting ayah, ibu, dan anak dalam berinteraksi. Anak-anak kehilangan ayahnya karena ayah sibuk dengan handphone. Ibu-ibu juga begitu," ujar Wihaji di Mukernas IPeKB, Bandung, Selasa.

Wihaji menegaskan bahwa ia tidak menolak kehadiran teknologi, termasuk ponsel, namun ia mendorong semua pihak terutama keluarga untuk lebih bijak dan arif dalam menyikapinya, mengingat permasalahan utama bukan pada perangkatnya, tapi pola penggunaan tanpa kontrol.

"Saya setuju dengan handphone, tapi harus ada ruang untuk kembali ngobrol. Jangan sampai semua waktu dihabiskan di layar. Kalau tidak hati-hati, handphone akan jadi pengaruh utama yang membentuk pikiran dan perilaku keluarga kita," ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa algoritma digital yang membentuk cara berpikir generasi muda hari ini sangat dipengaruhi oleh isi konten di HP, termasuk media sosial dan game.

"Algoritma pikiran kita sangat dipengaruhi apa yang ada dalam handphone, baik media sosial maupun media lain yang dibaca di dalam handphone," ucapnya.

Wihaji mengajak seluruh keluarga Indonesia untuk membuka kembali ruang-ruang komunikasi yang sehat antar anggota keluarga baik orang tua ke anak, maupun sebaliknya.

Kurangnya komunikasi dan percakapan, dengan salah satu yang utama adalah karena terlalu larut dalam layar gawai, menjadi satu masalah utama dalam keluarga modern.

"Mari kita kembalikan ruang untuk ngobrol di meja makan, di ruang keluarga. Handphone memang pintar, tapi ia tidak bisa menggantikan sentuhan emosional dan perhatian yang hanya bisa diberikan manusia. Sekitar 20 menit sudah bagus tapi diharap lebih," ucap dia.

Lebih dari itu, Wihaji meminta para penyuluh KB di seluruh Indonesia sebagai bagian dari garda terdepan edukasi keluarga, untuk mulai mengedukasi masyarakat mengenai literasi digital, termasuk risiko algoritma media sosial, game adiktif, serta informasi yang belum tentu benar yang tersebar luas di dunia maya.

"Kalau tidak disaring, anak-anak bisa menyerap apa saja yang belum tentu sesuai dengan nilai keluarga atau budaya kita. Ini tugas penyuluh untuk mengingatkan. Dan amat penting bagi penyuluh, untuk membangun kembali ketahanan keluarga berbasis komunikasi," katanya.

Baca juga: BKKBN: Edukasi reproduksi dini antisipasi siklus kehidupan bergeser

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |