Jakarta (ANTARA) - Kawasan pelabuhan Sidi Bou Said Tunisia, Ahad (8/9/2025) sore ramai dipenuhi ribuan warga Tunisia dan aktivis dari berbagai negara termasuk Indonesia. Aroma garam laut bercampur dengan semangat perjuangan untuk menghentikan segera genosida yang dilakukan Israel.
Genosida terstruktur dilakukan Israel Occupation Force (IOF) dengan menggunakan pelaparan sebagai senjata zionis Israel yang mulai frustasi karena tidak juga bisa membebaskan sandera dan menghabisi pejuang Gaza.
Warga dengan kegembiraan dan semangat luar biasa menyambut aktivis kemanusiaan yang sudah memulai pelayaran dari Barcelona, Spanyol, dan Italia selama 7 hari, untuk kemudian bergabung dengan delegasi lain di Tunisia yang siap melanjutkan perjalanan penuh tantangan dan berjuta harapan: menembus blokade Gaza.
Blokade Gaza, yang telah lebih dari satu dekade, menciptakan krisis kemanusiaan mengerikan. Pembatasan ketat terhadap pergerakan manusia dan barang menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Rumah sakit kekurangan peralatan medis, anak-anak kekurangan gizi, dan harapan hidup semakin memudar.
Para pegiat kemanusiaan itu adalah bagian dari Global Sumud Flotilla, sebuah armada solidaritas yang membawa pesan kemanusiaan dan tekad untuk mengakhiri blokade yang telah lama menghimpit kehidupan jutaan warga Gaza.
Lebih dari 70 kapal dari 44 negara membawa bantuan kemanusiaan dan harapan, siap berlayar. Termasuk dalam rombongan itu adalah delegasi Aqsa Working Group Indonesia dengan semangat Al-Aqsha Haqqunaa (Al-Aqsha adalah hak kami) dan tagline "Bergerak Berjamaah Bebaskan Masjid Al-Aqsha".
Slogan ini cerminan dari komitmen mendalam untuk membela hak-hak rakyat Palestina dan tempat-tempat suci di sana.
Ratusan aktivis dari berbagai negara mengikuti pelayaran yang bertujuan menembus blokade Gaza yang telah berlangsung lebih dari 17 tahun, sekaligus menyerukan solidaritas global terhadap rakyat Palestina.
Global Sumud Flotilla bukan sekadar pengiriman bantuan kemanusiaan. Ia menjadi simbol perlawanan sipil terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan ketidakadilan struktural yang dialami warga Gaza.
Para aktivis yang tergabung dalam misi ini berasal dari beragam latar belakang budaya, agama, dan politik, namun bersatu dalam keyakinan bahwa blokade Gaza melanggar hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
Di tengah risiko
Pelayaran ini bukan tanpa tantangan. Sejumlah misi serupa sebelumnya menghadapi intersepsi militer dan penahanan. Bahkan dua kapal dalam flotilla ini mengalami gangguan teknis akibat serangan drone saat bersandar di pelabuhan Bizerte, Tunisia.
Baca juga: Komisi PBB tegaskan Israel terbukti lakukan genosida di Jalur Gaza
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.