Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Eugenia Mardanugraha menilai pemerintah memegang peran krusial dalam memastikan pengelolaan kebun sawit yang diambil alih, dapat berjalan optimal.
Hal ini menyusul pengambilalihan 3,1 juta ha dari 5 juta ha lahan kebun sawit oleh pemerintah karena melanggar hukum dan masuk ke dalam kawasan hutan.
"Pemerintah perlu memberi insentif untuk investasi keamanan dan produktivitas, serta menjatuhkan sanksi jika terjadi pembiaran yang merugikan ekonomi negara,” kata Euginia dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Adapun pengelolaan kebun sawit seluas 1,5 juta ha tersebut kini telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara.
Namun, lahan sawit sitaan itu menghadapi tantangan serius, mulai dari perusakan oleh massa hingga lemahnya pengamanan di lapangan.
Eugenia menilai situasi ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dalam skala besar jika tidak segera ditangani dengan serius.
:Potensi produksi yang hilang dari 3,1 juta hektare lahan bisa mencapai 10,85 juta ton hingga 12,4 juta ton CPO (crude palm oil) per tahun. Dengan harga rata-rata Rp12-14 juta per ton, kerugian negara bisa mencapai Rp130-174 triliun per tahun. Itu belum termasuk dampak turunan terhadap tenaga kerja, penerimaan pajak, dan devisa ekspor," ujar Eugenia.
Ia mengingatkan gangguan di lahan seluas itu mengancam stabilitas produksi sawit nasional. Penurunan pasokan CPO berisiko menekan ketersediaan bahan baku industri domestik, mengurangi devisa ekspor, sekaligus memicu kenaikan harga minyak goreng dan biodiesel di dalam negeri.
"Kondisi ini akan merusak iklim investasi dan menciptakan ketidakpastian jangka panjang bagi industri sawit Indonesia," tambah Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut.
Dari perspektif investasi, ia menilai persepsi investor bisa memburuk apabila pemerintah dianggap abai dalam menjaga aset strategis itu.
"Hal ini bisa menurunkan valuasi industri sawit, menahan masuknya investasi baru, serta meningkatkan persepsi risiko terhadap tata kelola perkebunan sawit nasional,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menegaskan pentingnya pemanfaatan teknologi untuk pengamanan skala besar. Dengan jutaan hektare lahan, penggunaan drone, satelit, dan sistem keamanan digital menjadi keharusan.
"Harapan kami, pemerintah mendorong pengelolaan sawit yang benar-benar produktif. Agrinas dituntut untuk menghasilkan minimal dua kali lipat dibandingkan pemilik lama, sehingga kontribusinya terhadap ekspor, penerimaan negara, serta ketahanan pangan dan energi bisa maksimal," imbuhnya.
Baca juga: Satgas PKH ungkap 9 perusahaan HTI sekitar TNTN ditanami sawit
Baca juga: Pemerintah pacu kompetensi SDM sawit untuk penuhi kebutuhan industri
Baca juga: Pakar ingatkan pemilihan mitra KSO pengaruhi produktivitas sawit
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.