Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Pohon kapuk (Ceiba pentandra) atau randu merupakan jenis tumbuhan khas tropis yang dahulu biasa dijumpai di sepanjang jalan sekaligus menjadi komoditas penting sebab hampir seluruh bagian pohon dari tanaman ini dapat dimanfaatkan.
Pada masa kolonial Belanda, Indonesia bahkan dikenal sebagai eksportir kapuk terbesar yang memenuhi 85 persen kebutuhan dunia. Daerah yang banyak membudidayakan kapuk adalah Pulau Jawa, sehingga dijuluki sebagai Kapas Jawa.
Namun kini populasinya berkurang jika dibandingkan saat masa kejayaan produksi kapuk meski tanaman ini berstatus rendah risiko kelangkaan. Ditambah tidak lagi dianggap punya nilai ekonomis tinggi seiring dengan penurunan kebutuhan dunia akan kapuk.
Hingga awal era milenial, serat tanaman ini masih digunakan masyarakat sebagai isian bantal maupun kasur sebelum digerus perkembangan zaman ditandai kemunculan produk-produk berbahan alternatif seperti busa dan karet.
Meski populasi serta popularitas turun, kapuk ternyata masih menyimpan potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai penghasil pundi-pundi uang sekaligus menjadi roda penggerak perekonomian rakyat.
Limbah pohon randu penghasil serat kapuk itu kini menjadi incaran karena memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dimanfaatkan sebagai bahan khusus yang berguna bagi beragam sektor usaha.
Salah satunya seperti yang ditekuni ibu-ibu rumah tangga di Perumahan Villa Gading Harapan 3, Desa Kedungjaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, melalui kegiatan usaha berbasis dasar Bank Sampah 21 (BS21).
Sejak berdiri tahun 2020, BS21 aktif mengolah puluhan ton sampah setiap bulan, baik organik maupun non-organik. Kini usaha mereka bertambah setelah menjadi mitra strategis pengelolaan limbah rumah tangga sekaligus pengembangan ekonomi lokal.
BS21 Kedungjaya dipercaya menjadi rantai produksi oleh salah satu BUMN yang bergerak di sektor minyak dan gas untuk memasok absorben, bahan atau alat yang dirancang secara khusus untuk menyerap cairan kimia.
Produk ini dibuat dengan bahan-bahan sederhana yakni serat kapuk, jarum dan benang serta kain samir. Proses produksinya pun relatif mudah sehingga dapat dilakukan masyarakat awam, khususnya kaum ibu rumah tangga yang ingin menambah penghasilan.
Anggota Bank Sampah 21 Ade Iis Sumarni menyebut absorben merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi, sangat menjanjikan dan bisa menjadi peluang bisnis baru bagi masyarakat, terutama kaum ibu rumah tangga.
Dengan hanya mengeluarkan biaya produksi senilai Rp22.571 untuk satu unit absorben, harga jual produk ini mencapai Rp100.000 atau mampu menghasilkan potensi laba mencapai Rp77.429 per unit.
Margin keuntungan yang sangat besar ini menjadikan produk absorben sebagai peluang bisnis yang sangat menjanjikan, terlebih produk hasil kreasi BS21 tersebut telah memiliki konsumen tetap.
Produksi absorben ini merupakan bagian dari tanggung jawab sosial lingkungan perusahaan atau CSR yang dikembangkan PT Pertamina EP Field Tambun melalui program KAPUKITA (Kapuk Alam Penyerap untuk Kendali Insiden Tumpahan di Perairan).
Program ini merupakan inovasi pemanfaatan serat kapuk sebagai bahan utama absorben ramah lingkungan yang mampu menyerap tumpahan minyak, oli, serta zat kimia secara efektif di wilayah balong atau kilang minyak maupun perairan.
Absorben KAPUKITA memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan absorben lain di pasaran. Salah satu keunggulan utama adalah kemampuan menyerap tumpahan minyak dengan sangat efektif.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, produk ini terbukti memiliki daya serap 77 persen lebih tinggi dibandingkan absorben pabrikan serta 62 persen lebih efektif dari absorben berbahan dasar buah bintaro yang dikenal dengan daging buah mengandung serat.
Keunggulan absorben ini menjadi pilihan utama untuk menangani tumpahan minyak, khususnya di wilayah perairan cakupan perusahaan. Selain daya serap tinggi, produk ini juga unggul dalam hal keberlanjutan lingkungan.
Serat kapuk yang digunakan sebagai bahan utama memiliki sifat ramah lingkungan dan mudah terurai secara alami. Absorben KAPUKITA juga menawarkan manfaat tambahan berupa kemampuan untuk digunakan ulang hingga tujuh kali.
Kemampuan ini turut membantu perusahaan dalam menghemat biaya operasional pembelian absorben, termasuk bagi industri yang membutuhkan produk tersebut dalam jumlah besar.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.