Ekonom ingatkan pemerintah hati-hati soal kebijakan pajak di 2025

3 hours ago 3
Jangan diterapkan di 2025 kalau bisa. Menurut saya, kalau mau dioptimalkan (penerimaan perpajakan), fokus ke yang tidak patuh, spesifik di situ. Jangan kebijakan baru,

Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menentukan kebijakan perpajakan pada tahun ini.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Rabu, dia menyoroti rasio perpajakan yang terbilang masih rendah, yakni pada level 10,12 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2024.

Ia mengamini perlu adanya upaya untuk mendongkrak rasio pajak. Akan tetapi, kondisi perekonomian tahun ini dianggap kurang mendukung untuk menerapkan upaya itu.

“Perlu dipertimbangkan ketika bicara perpajakan, bahwa di satu sisi pemerintah perlu dukungan perpajakan, tapi di sisi lain berbagai indikator menunjukkan sulit untuk mendapatkan penerimaan pajak yang besar di 2025,” kata Awalil.

Dia menekankan, target penerimaan pajak 2025 tidak boleh dipaksakan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi yang belum stabil.

Sebagai contoh, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) lewat laporan Survei Ekonomi OECD Indonesia yang dirilis pada 2024 merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk menurunkan batas bawah pendapatan tidak kena pajak (PTKP) untuk memperluas basis pajak.

Saat ini, ambang batas PTKP adalah sebesar Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan untuk orang pribadi. Hasilnya, sebagian kelas menengah yang sedang bertumbuh tak terkena pajak penghasilan (PPh). Sementara, menurut OECD, jumlah itu setara 65 persen dari PDB per kapita.

Awalil berharap Pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan dengan matang rekomendasi tersebut. Meski terdengar sederhana, namun efeknya bisa jadi signifikan.

“Jangan diterapkan di 2025 kalau bisa. Menurut saya, kalau mau dioptimalkan (penerimaan perpajakan), fokus ke yang tidak patuh, spesifik di situ. Jangan kebijakan baru,” ujarnya.

Di sisi lain, dia juga menyarankan pemerintah untuk mengurangi belanja pajak yang tidak efektif guna mengurangi beban fiskal negara.

Program-program insentif pajak yang bisa ditunda, seperti tax amnesty, juga ia harap tak banyak diimplementasikan pada tahun ini.

“Kalau boleh usul, mungkin jangan tax amnesty lagi. Nanti kepercayaan untuk melakukan reformasi perpajakan jadi makin lemah. (Program perpajakan) bisa pakai cara lain saja,” tuturnya.

Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |