Jakarta (ANTARA) - Dewan Pers memperkuat komitmen perlindungan terhadap jurnalis dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait dengan perlindungan kerja pers sebagai saksi dan atau korban tindak pidana di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Senin.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan apresiasinya atas terwujudnya kerja sama tersebut.
Ninik Rahayu mengatakan bahwa MoU ini sebagai langkah penting yang lebih maju dari sebelumnya, mengingat perjanjian sebelumnya telah berakhir sejak September 2024.
"Memang sempat ada keterlambatan, tetapi kami bersyukur di akhir masa jabatan periode 2022—2025 ini, kerja sama ini bisa disegerakan," kata Ninik.
Dikatakan pula bahwa masih ada sejumlah perjanjian kerja sama (PKS) lanjutan yang ingin difinalisasi, bahkan dengan penambahan mitra dari lembaga-lembaga yang selama ini sudah terjalin baik.
Menurut dia, lembaga pers terdiri atas dua entitas, yaitu media dan jurnalis, yang keduanya rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan dalam menjalankan profesinya.
Ia menegaskan bahwa jurnalis merupakan pembela hak konstitusional warga negara atas informasi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E UUD NRI Tahun 1945.
Dalam konteks ini, lanjut dia, insan pers memerlukan dukungan penuh, baik dalam mencari, mengolah, menyimpan, memproduksi, maupun menyebarkan informasi.
"Terlebih saat ini bentuk kekerasan yang mereka hadapi makin beragam seiring dengan munculnya media digital, media sosial, hingga teknologi baru seperti AI," ujarnya.
Ninik menyoroti bahwa banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak ditangani dengan tuntas. Beberapa kasus berhenti di tahap penyelidikan, sementara lainnya bahkan tak sempat diproses karena korban belum berani melapor.
Baca juga: Presiden nilai teror kepala babi ke Tempo upaya adu domba
Baca juga: Menkum persilakan aparat selidiki kasus yang menimpa Tempo
Ketua Dewan Pers ini mencatat peningkatan jumlah kekerasan yang tak tertangani, termasuk kasus doxing dan perusakan alat kerja, seperti yang dialami oleh jurnalis Tempo beberapa waktu lalu.
"Kami berharap LPSK juga dapat memperluas perlindungan, termasuk terhadap alat kerja jurnalis, website, hingga percakapan digital seperti WhatsApp yang sering kali menjadi sasaran serangan," tambah Ninik.
Lebih lanjut dia mendorong pembentukan Satuan Tugas Nasional Perlindungan Jurnalis yang melibatkan LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga independen lainnya. Perlindungan ini harus secara sistematis dan terintegrasi, mencakup pencegahan dan percepatan penanganan.
"Kami berharap kerja sama ini tidak berhenti di penandatanganan saja, tetapi ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang lebih perinci siapa melakukan apa, dengan cara apa, kapan, dan bagaimana evaluasinya," tegasnya.
Ia juga menitipkan perhatian khusus pada jurnalis kampus yang kerap menghadapi tekanan saat menyampaikan kebenaran.
"Upaya pemulihan terhadap mereka sering kali belum maksimal. Mereka membutuhkan dukungan agar hak untuk mendapatkan keadilan, pengungkapan kebenaran, dan pemulihan benar-benar terpenuhi," ucap Ninik.
Sementara itu, Ketua LPSK Brigjen Pol. Purn. Achmadi menyambut baik kerja sama ini dan menilai MoU tersebut penting untuk memperkuat perlindungan terhadap jurnalis dalam rangka menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers.
Brigjen Pol. Purn. Achmadi berharap pembahasan lanjutan dapat segera dilakukan untuk menindaklanjuti poin-poin teknis dalam kerja sama tersebut.
"Kami juga menyambut baik upaya-upaya perlindungan terhadap pers dalam rangka jaminan pelaksanaan kemerdekaan pers itu sendiri," pungkas Brigjen Pol. Purn. Achmadi.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025