Jakarta (ANTARA) - Film panjang pertama Tumpal Tampubolon, "Crocodile Tears," memboyong dua penghargaan untuk "Film Panjang Indonesia Terbaik" Jakarta Film Week (JFW) 2025, yaitu "Direction Award" dan Nongshim Award" .
"Rasanya sudah tidak sabar menunggu penonton Indonesia bisa segera menyaksikan film ini di bioskop," kata Tampubolon dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Senin.
Film "Crocodile Tears" sebelumnya telah tayang di festival-festival internasional, seperti Toronto International Film Festival (TIFF) dan Busan International Film Festival (BIFF).
Film tersebut mendapat apresiasi dari Dewan Juri JFW 2025 untuk kategori "Direction Award" dan "Nongshim Award" yaitu Amanda Nell Eu (Malaysia), Keiko Funato (Jepang–Prancis), dan Paolo Bertolin (Italia).
Dewan Juri menilai "Crocodile Tears" memiliki penguasaan penuh dalam aspek cerita dan visual, serta menyoroti peran produser Mandy Marahimin karena film yang berbeda dan menggugah pikiran sering kali sulit mendapatkan dukungan dari jalur industri arus utama.
Mandy mengatakan film tersebut adalah film thriller menegangkan yang bertempo lambat dan berfokus pada hubungan yang toksik.
Baca juga: Film "Dopamin" siap diputar perdana di acara penutup Jakarta Film Week
Film itu berkisah tentang Johan (Yusuf Mahardika) yang tinggal bersama ibunya, Mama (Marissa Anita), di Taman Buaya.
Mama percaya bahwa seekor buaya putih di taman itu adalah suaminya sekaligus ayah Johan.
Ia melarang Johan berhubungan dengan dunia luar hingga suatu hari Johan bertemu dengan Arumi (Zulfa Maharani) dan jatuh cinta.
Ketika Arumi hamil, Johan mengajaknya tinggal di Taman Buaya. Namun sikap Mama perlahan berubah semakin ganjil dan menegangkan.
Film itu diproduksi oleh Talamedia bekerja sama dengan Acrobates Films, Giraffe Pictures, Poetik Films, dan 2Pilots Filmproduction, serta didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan E-Motion Entertainment.
Selain penghargaan film panjang, JFW 2025 juga memberikan penghargaan "Nongshim Awards" untuk Film Pendek Indonesia Terbaik yang diraih oleh "A Tale For My Daughter" (Tutaha Subang) karya Wulan Putri.
Dewan Juri kategori penghargaan tersebut adalah Tim Program JFW yang terdiri atas tujuh orang termasuk Novi Hanabi dan Andro Putranto.
Baca juga: "The Fox King" Dian Sastro bakal jadi pembuka "Jakarta Film Week 2025"
Mereka menilai film pendek tersebut jujur pada pesannya dan memiliki kematangan berpikir dalam mengeksplorasi isu sensitif.
Untuk kategori internasional di Jakarta Film Week 2025 yakni "Global Feature Award" dimenangi oleh film Meksiko "The Devil Smokes" karya Ernesto Martinez Bucio.
Dewan Juri (Duong Dieu Linh dari Vietnam, Srikanth Srinivasan dari India, dan Eiko Mizuno-Gray dari Jepang) memuji film tersebut karena koherensi tematik yang mengesankan dan kemampuannya menciptakan dunia yang otentik.
Sementara itu, "Global Short Award" diraih film "A Very Straight Neck" karya Neo Sora, yang diapresiasi oleh Dewan Juri: Leong Puiyee (Singapura), Rayit Hahsmat Qazi (India), dan Della Dartyan (Indonesia), karena memanfaatkan medium film pendek dengan cara yang lucu namun berdampak besar.
Kategori "Global Animation Award" dimenangkan oleh film Inggris "And Granny Would Dance" karya Maryam Mohajer, yang dinilai Dewan Juri (Agil Prakoso, Reda Gaudiamo, dan The Popo, dari Indonesia) memiliki pernyataan yang kuat dan relevan dengan isu masa kini.
Terakhir, "Jakarta Film Fund Award" diberikan kepada "Cream Bath Aftermath" (Salon Gue Aje) karya Tahlia Motik.
Dewan Juri Cristian Imanuell, Andhika Permata, dan Fransiska Prihadi memilih film tersebut karena dinilai jujur dalam bercerita dan relevan dalam menggambarkan isu "gentrifikasi" dengan "manner" yang terasa relevan dengan kehidupan di Jakarta.
Film tersebut menceritakan kisah Nurjanah, pemilik salon kecil di Kemang, yang terancam digusur untuk memberi ruang bagi kompleks "wellness center" yang dianggap lebih "cocok" untuk estetika Kemang.
Baca juga: Fadli Zon: Jakarta Film Week dukung sineas berdaya saing internasional
Baca juga: Kota sinema diharapkan terus muncul setelah Jakarta
Baca juga: Cerita Dian Sastrowardoyo baru jadi sutradara jelang usia 40-an
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































