CTI nilai pengenalan kain tenun pada wisatawan mancanegara masih minim

3 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Cita Tenun Indonesia (CTI) menilai diperkenalkannya kain tenun pada wisatawan mancanegara melalui sektor fesyen saat ini masih minim dan kalah dari negara lain.

"Kita harus mengajarkan pada mereka bahwa ini (tenun) adalah harta berharga kita, kalau anda sudah tidak memberikan perhatian, selesai sudah," kata Pengurus CTI Bidang Pengendali Mutu Sjamsidar Isa kepada ANTARA usai mengikuti konferensi pers di Jakarta, Senin.

Wanita yang akrab disapa Tjammy itu menilai industri fesyen Indonesia masih kalah saing dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Eropa, China, Korea Selatan dan Jepang.

Salah satu penyebabnya yakni kurang diangkatnya keunikan dari kain-kain wastra seperti tenun yang memiliki keindahan mulai dari teknik pembuatan hingga tiap cerita yang dituangkan pengrajin dalam setiap untaian benang.

Pada kain tenun sendiri, katanya, ada beragam teknik yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sebut saja seperti kain tenun Sobi yang berasal dari Sulawesi.

Baca juga: CTI minta desainer hargai tenun yang digunakan dalam produk fesyen

"Seperti Sobi di Sulawesi, milik masyarakat Bugis ya itu, di tempat lain paling tidak belum kami temukan (teknik serupa). Belum lagi kalau melihat ke arah timur, Flores, itu kan luar biasa," ucap dia.

Ia melanjutkan jenis dari kain tenun sendiri sangat banyak dan berbeda satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa diciptakan karena adanya pengaruh dari budaya lokal setempat.

Hal ini berbanding dengan industri fesyen yang ada di Jepang. Ia bercerita ketika ingin membeli sebuah kain di salah satu daerah di sana, penjualnya memberikan harga yang amat sangat mahal sebagai bentuk penghargaan dan rasa bangga terhadap kain tradisionalnya.

"Jadi ya boleh dikatakan, kasarnya seperti mereka bicara yang enggak punya uang enggak usah beli deh. Mungkin ke situ ya, tapi mereka sangat bangga dengan produk lokalnya," ujar Tjammy.

Baca juga: CTI tegaskan tenun tingkatkan kesejahteraan perempuan

Tjammy menilai kondisi tersebut sangat disayangkan mengingat saat ini masyarakat khususnya yang berasal dari generasi muda mulai gemar mengenakan wastra sebagai bagian dari gaya berpakaiannya sehari-hari, misalnya seperti pakaian pergi ke kantor.

Menurutnya tren pemakaian wastra seperti tenun semakin positif. Banyak orang juga memamerkan tenun di berbagai platform media sosial seperti Instagram dan Facebook.

Maka dari itu, Tjammy mengatakan dengan banyaknya kolaborasi antara CTI dengan desainer-desainer Tanah Air diharapkan dapat makin memperkenalkan keunikan tenun sekaligus jadi cara untuk mengajak generasi muda melestarikan kain-kain tradisional, sehingga tidak akan hilang ditelan zaman.

Dengan menjadikan tenun sebagai bagian dari suatu produk fesyen, secara tidak langsung para desainer mengajarkan generasi muda untuk bangga dan mencintai budaya lokal, menjaga peninggalan leluhur dan masif melakukan sosialisasi kepada pihak lain.

Di sisi lain, ia menyebut pemerintah dapat ikut memberikan pendampingan pada pengrajin tenun di daerah agar para pengrajin dapat lebih cepat dan mudah mengikuti tren industri fesyen saat ini serta kebutuhan di pasaran.

Baca juga: Tenun Indonesia jadi pembuka Trend Report New York

Baca juga: Tenun Indonesia dipamerkan di New York

Baca juga: Permintaan tenun ikat Parengan naik 60 persen jelang Ramadhan

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |