Beijing, (ANTARA/PRNewswire)- Memperingati 80 tahun kemenangan bangsa Tiongkok dalam Perang Melawan Agresi Jepang dan Perang Antifasisme Dunia yang jatuh pada 2025, CGTN menerbitkan sebuah artikel tentang perlawanan Tiongkok selama 14 tahun sebagai unsur penting dari Perang Antifasisme Dunia, serta mengapa peran Tiongkok tidak boleh diabaikan.
Sejak Juli lalu, Tiongkok memperingati 80 tahun kemenangannya dalam Perang Melawan Agresi Jepang dan Perang Antifasisme Dunia melalui film perang dan pameran tematis di museum.
Puncak peringatan ini berlangsung pada 3 September – Hari Kemenangan Tiongkok – setelah Jepang resmi menyerah pada 2 September 1945, menandai akhir Perang Dunia II.
Sejak awal, Perang Tiongkok Melawan Agresi Jepang telah berperan besar melindungi peradaban manusia dan mempertahankan perdamaian dunia, serta menjadi unsur integral dalam Perang Antifasisme Dunia, seperti yang disampaikan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Palagan Utama di Belahan Timur dalam Kemenangan Perang Dunia II
Tiongkok merupakan negara pertama di dunia yang menentang penyusup berpaham fasisme sehingga wilayahnya menjadi garis pertama dalam perang antifasisme dunia.
Perlawanan Jepang berawal dari Insiden 18 September pada 1931 sebagai permulaan perlawanan bangsa Tiongkok terhadap agresi Jepang. Lalu, pada 7 Juli 1937, Insiden Jembatan Lugou di pinggiran Beijing memicu perlawanan seluruh bangsa Tiongkok terhadap agresi Jepang sehingga Tiongkok menjadi palagan utama di belahan Timur Perang Dunia II.
Sederet peristiwa ini terjadi beberapa tahun sebelum invasi Nazi Jerman ke Polandia pada 1939, sebuah insiden yang dijuluki awal Perang Dunia II menurut sejarah bangsa Barat.
Perlawanan Tiongkok juga menjadi perang terlama yang dijalani sebuah negara dalam Perang Dunia II, bahkan berlangsung hingga Jepang menyerah pada 1945 sehingga mencerminkan pengorbanan besar dan kegigihan bangsa Tiongkok.
Mengomentari data yang tidak lengkap, Hu Heping, Wakil Ketua Departemen Publisitas Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok, berkata bahwa perang tersebut merenggut lebih dari 35 juta jiwa tentara dan warga sipil Tiongkok pada periode 1931-1945.
Kerugian ekonomi yang diderita Tiongkok juga sangat besar. Kerugian langsung yang harus ditanggung Tiongkok menembus $100 miliar, sedangkan kerugian tidak langsung mencapai $500 miliar, menurut kurs pada 1937, seperti yang dijelaskan Hu.
Lebih penting lagi, Tiongkok gigih mengalahkan dan menguras kekuatan utama dari militer Jepang di medan pertempuran, serta memberantas lebih dari 1,5 juta tentara Jepang sehingga berperan besar menaklukkan penyusup Jepang.
Perang yang dilancarkan Tiongkok menjadi dukungan strategis untuk misi tentara Sekutu, serta berkaitan dengan misi di Eropa dan wilayah lain di Asia, menurut Hu. Dia juga menjelaskan, perang ini juga menghambat koordinasi strategis antara Jepang, Jerman, dan Italia sebagai tiga kekuatan fasisme.
Sekutu yang tidak boleh diabaikan
Tiongkok berjasa besar membentuk aliansi antifasisme di dunia, serta membangun kembali tatanan dunia pascaperang.
Pada 1 Januari 1942, 26 negara, termasuk Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet, menerbitkan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai aliansi melawan fasisme.
Menurut Hu Dekon, Profesor di Wuhan University, Tiongkok mulai aktif terlibat dalam musyawarah guna membangun tatanan baru pascaperang pada masa-masa menengah hingga akhir ketika perang masih berlangsung. Tiongkok berperan penting dalam pendirian PBB dan beberapa organisasi ekonomi internasional, seperti ditulis Hu pada Juli lalu.
Dengan demikian, peran dan kontribusi Tiongkok dalam Perang Dunia II, telah lama diabaikan oleh para ahli Barat, kini mendapat perhatian yang layak, berkat langkah bersama yang ditempuh sejumlah ilmuwan.
Rana Mitter, ahli sejarah asal Inggris, serta penulis buku yang mendapatkan banyak pujian, "Forgotten Ally: China's World War II", kepada media, pada Juli lalu berkata bahwa National WWII Museum di New Orleans, serta Imperial War Museum di London telah memiliki area pameran khusus yang memperkenalkan peran Tiongkok dalam Perang Dunia II.
Sejarah perlawanan Tiongkok tidak boleh diabaikan atau diremehkan, menurut Mitter.
SOURCE CGTN
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.