Cara Indonesia permanenkan gencatan senjata di Gaza

2 weeks ago 11

Jakarta (ANTARA) - Pada Rabu (05/02), Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih mengumumkan rencana kontroversial. Ia hendak mengambil alih Jalur Gaza dan mengubah wilayah Palestina tersebut menjadi "Riviera Timur Tengah" milik AS. Riviera merujuk pada daerah pesisir yang indah.

Beberapa waktu sebelumnya, dunia sedang berlomba melakukan aksi nyata menyongsong gencatan senjata tahap pertama di Gaza. Sepekan sebelumnya (27/01/2025), misalnya, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengumumkan bahwa Kuala Lumpur akan membangun sekolah, rumah sakit, dan masjid di Jalur Gaza yang hancur akibat perang genosida Israel sejak Oktober 2023. Pernyataan tersebut disampaikan di tengah gencatan senjata sementara di Gaza yang telah memasuki pekan kedua sejak 19 Januari lalu.

Langkah nyata yang diambil Malaysia tersebut selayaknya menginspirasi kita bangsa Indonesia untuk terus bersama berkontribusi dalam perjuangan rakyat Palestina. Sebagai bangsa yang juga pernah berjuang lama melawan penjajahan, kita harus melakukan aksi nyata, baik secara individu maupun kolektif.

Salah satu cara paling efektif yang bisa kita lakukan adalah melalui tekanan ekonomi, khususnya dengan terus menggalakkan gerakan Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS). Gerakan BDS merupakan aksi nyata yang telah terbukti berhasil dalam sejarah perlawanan terhadap penindasan.

Gerakan tersebut menyerukan boikot terhadap produk dan perusahaan yang terafiliasi dengan Israel serta negara-negara pendukungnya, yakni AS dan sekutunya yang terus mendanai agresi terhadap Palestina. Contoh nyata dari efektivitas boikot bisa kita lihat pada keberhasilan gerakan boikot terhadap sistem apartheid di Afrika Selatan dengan mempercepat runtuhnya sistem yang sangat diskriminatif tersebut.

Jika rakyat Indonesia secara kolektif mengurangi konsumsi produk-produk dari perusahaan yang mendukung Israel, maka tekanan ekonomi terhadap entitas tersebut akan semakin besar. Ketika itu terjadi, maka akan turut memaksa mereka untuk mempertimbangkan ulang dukungan terhadap Israel.

Sebagai seorang pebisnis, Donald Trump yang kembali menduduki posisi nomor satu di AS akan berpikir ulang untuk memberikan Israel lampu hijau agresi lanjutan. Saat ini, gencatan senjata masih belum tahap permanen dan tidak ada garansi bahwa penjajah akan mundur dari tanah Gaza.

Sedikit mundur dari Gaza, bahkan penjajah kini sedang mengintensifkan serangan ke kamp-kamp di Tepi Barat, bagian lain Palestina yang terjajah. Tekanan ekonomi lewat boikot akan cukup menentukan masa depan Palestina ke depan.

Tak bisa dimungkiri, Indonesia punya populasi besar yang secara daya beli dan konsumsi sangat signifikan. Jika mayoritas masyarakat mulai memboikot produk-produk tertentu, dampaknya akan sangat besar, bukan sebatas bagi Israel tetapi secara khusus juga akan berdampak terhadap ekonomi nasional kita.

Boikot terhadap produk asing yang terafiliasi dengan Israel akan membuka ruang bagi produk dalam negeri untuk berkembang dan mengambil ceruk pasar yang lebih besar.

Kita perlu mempermanenkan gencatan senjata di Gaza dengan cara kita. Mungkin tidak dengan angkat senjata, namun dengan memilah produk yang kita pilih untuk keluarga.

Langkah-langkah yang bisa kita tempuh dalam mendukung gerakan BDS antara lain dengan mengidentifikasi produk-produk yang harus diboikot dan sebisa mungkin mengganti produk impor dengan produk dalam negeri.

Setiap dari kita juga bisa mengambil peran dalam mengedukasi masyarakat terkait pentingnya gerakan boikot. Media sosial dan berbagai platform digital yang ada bisa kita manfaatkan dengan baik untuk menyebarkan informasi terkait perusahaan mana saja yang berkontribusi pada pendanaan Israel.

Dari sisi pemerintah, dukungan terhadap gerakan BDS bisa diwujudkan dalam bentuk kebijakan perdagangan yang lebih selektif. Misalnya, pengenaan tarif lebih tinggi terhadap impor dari negara-negara yang mendukung penjajahan Israel, atau bahkan pembatasan impor dari perusahaan yang terbukti mendanai aksi militer Israel di Palestina.

Lebih konkret lagi, pemerintah bisa menimbang ulang kerja sama dengan perusahaan-perusahaan terafiliasi. Penggunaan anggaran dana APBN maupun APBD utamanya terkait keperluan kantor atau rapat instansi pemerintah dengan secara selektif mengalihkan ke produk-produk UMKM, misalnya, akan sangat ampuh menekan Israel dan sekutunya, selain juga bisa membangkitkan produk lokal kita.

Dalam hal ini, Indonesia bisa mendorong lebih banyak investasi pada sektor industri dalam negeri agar tidak terlalu bergantung pada produk-produk dari negara-negara yang mendukung agresi terhadap Palestina. Para pengusaha kita perlu diberi insentif untuk meningkatkan kualitas produknya sehingga dapat bersaing dengan produk asing yang diboikot.

Selain boikot secara ekonomi, pemerintah Indonesia juga dapat mengambil langkah konkret lainnya. Misal, menambah bantuan kemanusiaan ke Gaza, membangun rumah sakit lapangan, dan mengirimkan tim medis serta relawan untuk membantu korban perang. Upaya diplomasi juga perlu terus diperkuat.

Langkah Presiden Prabowo dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8 pada bulan Desember tahun lalu patut diapresiasi. Dalam konferensi tersebut, Prabowo mengajak negara-negara lain dan dunia Islam untuk bersatu dalam mendukung Palestina. Namun, kita masih menunggu langkah konkret berikutnya setelah seruan tersebut.

Yang tak kalah penting untuk dipahami bersama, bahwa dampak jangka panjang dari gerakan BDS ini bukan sekadar membantu Palestina di hari ini. Kita yakini bahwa semua sistem penjajahan tidak akan kokoh dan pastilah runtuh pada saatnya nanti. Ini adalah tentang keberpihakan kita dan sejauh mana kita ambil bagian di situ.

Kita tidak boleh hanya menjadi penonton dalam tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza. Sebagai bangsa yang juga pernah mengalami pahit getir perjuangan, kita punya kewajiban moral untuk berpihak pada hak-hak mendasar rakyat Palestina yang terus dikebiri.

Dalam The Politics of the Palestinian BDS Movement, Sriram Ananth menyatakan bahwa gerakan BDS tidak hanya fokus pada pembebasan rakyat Palestina. Gerakan ini justru merupakan perjuangan untuk pembebasan secara umum bagi kita semua yang masih terjajah, terutama ketika masih bergantung pada produk-produk dari sponsor penjajahan. Menurutnya, gerakan boikot cukup ampuh mendatangkan ketakutan pada mereka yang memegang kekuasaan.

Dengan keberanian dan komitmen bersama, rakyat Indonesia bisa menjadi kekuatan yang mendukung perjuangan rakyat Palestina hingga mereka benar-benar merdeka. Jika kita memang peduli terhadap nilai-nilai kemanusiaan, BDS bukan lagi sebuah pilihan perseorangan melainkan tanggung jawab sebagai gerakan bersama.

*) Ismail Khozen adalah Manajer Pratama Institute for Fiscal Policy and Governance Studies, Dosen Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |