Jakarta (ANTARA) - Asisten Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Adelita Kasih mengatakan, budaya patriarki juga bisa merugikan laki-laki, salah satunya karena ada beban yang ditanggung.
"Secara teori, patriarki menguntungkan laki-laki atau mengutamakan kepentingan laki-laki, tapi ketika kita bahas mengenai pembedaan gender maka akan ada pemberatan ke salah satu pihak," kata dia di Jakarta, Kamis.
Patriarki menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan dan dominasi utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang politik, ekonomi dan keluarga.
Dalam hal ini, ada stereotipe dan ekspektasi di masyarakat bahwa laki-laki tak boleh menunjukkan sisi emosional. Misalnya, menangis dan harus menjadi pencari nafkah keluarga.
Beberapa penelitian menunjukkan, laki-laki mengalami tekanan yang tinggi untuk memenuhi ekspektasi-ekspektasi dari lingkungan dan masyarakat tersebut.
Baca juga: Komnas Perempuan: Budaya patriarki tantangan capai kesetaraan
Baca juga: Komnas: Kekerasan terhadap perempuan di Jakut akibat budaya patriarki
Karena itu, ketika seorang laki-laki justru gagal memenuhi ekspektasi dan tak sesuai stereotipe tersebut, maka timbul perasaan gagal, tidak berdaya dan sebagainya dalam dirinya.
"Maka mengapa patriarki juga merugikan laki-laki? Karena beban yang diberikan kepada laki-laki sangat besar dan tidak semua ekspektasi yang ada di masyarakat itu bisa dipenuhi oleh laki-laki," kata Adelita.
Karena itu, dia menyarankan siapapun termasuk kaum Adam untuk hidup selayaknya manusia saja, terlepas dari ekspektasi masyarakat.
"Saya selalu menyampaikan sederhananya adalah kita jadi manusia saja. Ketika saya perempuan, saya bisa mengambil sisi maskulin. Tapi ketika kita membebankan hanya pada salah satu, itu yang kadang menjadi masalah," katanya.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.