BM Diah tidak memprovokasi Gorbachev

2 hours ago 2
Ketika mewancarai Gorbachev, Juli 1987 tersebut, Diah tidak mengajukan pertanyaan provokatif yang mendorong superioritas Uni Soviet atas Amerika Serikat dalam Perang Dingin, melainkan mendorong jalan keluar lahirnya kesepakatan yang sempat beberapa k

Jakarta (ANTARA) - Sampai pukul 18.00 hasil wawancara BM Diah belum juga masuk ke redaksi Harian Merdeka. Suasana di ruang redaksi lebih sibuk dari sebelumnya.

Hari itu, Selasa (21 Juli 1987) Pemimpin Redaksi Ahmad Adirsyah, Wakil Pemred Karim Paputungan, redaktur senior Kosasih Kamil, bolak-balik ke lantai satu, ruang redaksi koran berbahasa Inggris, Indonesian Observer. Di sini, ada teleks kantor berita, Reuters Inggris, AP Amerika Serikat, dan LKBN Antara.

Tiba-tiba terdengar teriakan Kosasih, "Sudah ada reaksi dari Nakasone, juga Thatcher."

Yasuhiro Nakasone adalah Perdana Menteri Jepang, sedangan Margaret Thatcher, Perdana Menteri Inggris.

Namun, teleks dari Pak Diah, yang pagi tadi mewawancarai Sekjen Partai Komunis Uni Soviet, Mikhail Gorbachev di Kremlin, belum juga masuk. Justru berita dan reaksi para pemimpin dunia yang duluan tiba melalui Reuters dan AP, juga AFP Prancis.

Teleks kantor berita terus bekerja, melaporkan kejadian di seluruh dunia. Suaranya seperti mesin tik, tidak berhenti. Huruf-huruf muncul satu-satu dengan cepat, membentuk kalimat. Kertas teleks bergulung-gulung panjang.

Hasil wawancara Pak Diah dengan Gorbachev – populer dipanggil Gorby – akhirnya muncul.

Besoknya, tidak saja Harian Merdeka yang menempatkan berita tersebut sebagai berita utama, tapi juga koran-koran terbitan Jakarta, termasuk Kompas. Beberapa hari berita tersebut bergulir.

BM Diah (alm) pemilik Harian Merdeka, salah seorang pendiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 9-10 Februari 1946) di Surakarta, antara lain bersama Sumanang Surjowinoto (pendiri LKBN Antara), Abdul Rachmat Nasution (LKBN Antara/ayah pengacara Bang Adnan Buyung Nasution).

Pada era 80-an, Harian Merdeka yang dipimpin BM Diah di Jalan AM Sangaji, Jakarta Pusat, cenderung menyuarakan politik Uni Soviet. Dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika diwawancarai Harian Kompas, BM Diah mengakui kecenderungan tersebut. Kompas bahkan menyebutkan Harian Merdeka sebagai koran lobi Soviet.

Menurut Diah, alasannya memilih sikap politik pro Blok Timur, untuk penyeimbang sikap politik pemerintah Orde Baru yang cenderung ke Blok Barat, yang dipimpin Amerika Serikat. Masa itu – yang disebut sebagai masa Perang Dingin – Soviet bersama negara-negara Pakta Warsawa, adalah pemimpin Blok Timur, sedangkan Amerika bersama NATO memimpin Blok Barat.

Ketika BM Diah mengajukan rencana wawancara ke Kremlin, Gorbachev langsung setuju. BM Diah didampingi Soepeno Sumardjo (Merdeka) bertemu Gorbachev di Istana Kremlin.

Wawancara tersebut selanjutnya disebarluaskan ke seluruh dunia oleh Tass, Kantor Berita Uni Soviet. Penyebaran berita melalui Tass, cepat direspons para pemimpin dunia.

Baca juga: Mahkota BM Diah (Catatan Asro Kamal Rokan)

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |