Banyumas (ANTARA) - Pagi yang cerah di lereng selatan Gunung Slamet menjadi saksi geliat 50 anak yang mengenakan pakaian olahraga, memadati lapangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Sosial (Kemensos) Sentra Satria Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Mereka adalah siswa-siswa Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 13 Kabupaten Banyumas yang menjalani kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dengan penuh antusias.
Tawa riang dan obrolan lugu terdengar menyambut rencana mereka: kunjungan edukatif ke destinasi wisata edukasi yang berjarak beberapa ratus meter dari Sentra. Namun lebih dari sekadar jalan-jalan, kegiatan ini merupakan bagian dari pendekatan pendidikan yang lebih dalam belajar menjadi manusia seutuhnya.
Ya, Sekolah Rakyat merupakan program pendidikan yang digagas Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan akses pendidikan berkualitas, terutama bagi anak-anak dari keluarga miskin, dengan tujuan memutus rantai kemiskinan dan membentuk manusia seutuhnya.
Program ini berfokus pada pendidikan berasrama yang gratis dan berkualitas, serta menanamkan nilai-nilai disiplin, kepemimpinan, dan karakter kuat.
Oleh karena itu, MPLS yang digelar selama dua pekan ini dirancang sebagai proses penyesuaian sekaligus penguatan karakter anak. Di hari-hari awal, anak-anak diberikan ruang untuk bermain, diskusi kelompok, hingga kegiatan ruang kelas guna mengalihkan rasa rindu kampung halaman dan mengikat ikatan dengan sesama.
“Ini masa awal. Prinsipnya bagaimana anak-anak merasa senang dulu, betah. Maka materi kami isi dengan yang ringan dan menyenangkan, namun tetap mendidik," kata Kepala SRMP 13 Kabupaten Banyumas Siti Isbandiyah.
Tak hanya mengenalkan lingkungan sekolah dan asrama, anak-anak yang semua beragama Islam juga dibimbing menjalani kehidupan spiritual lebih teratur. Setiap waktu shalat, mereka diajak berjamaah.
Baca juga: Sekolah Rakyat diharapkan mampu putus rantai kemiskinan di Jakarta
Anak-anak SRMP 13 berasal dari latar belakang keluarga tidak mampu, bahkan beberapa mengalami keterbatasan perhatian di rumah. Di tangan guru-guru dan pendamping yang penuh dedikasi, mereka dibimbing bukan hanya menjadi pintar, juga berdaya dan percaya diri.
Sementara kegiatan luar kelas dengan mengunjungi destinasi wisata edukasi tersebut juga dirancang sebagai media pembelajaran kontekstual. Anak-anak diajak mengenali berbagai miniatur bangunan dunia, seperti Menara Eiffel yang ada di Prancis atau kincir angin Belanda, untuk menumbuhkan rasa ingin tahu dan semangat belajar lintas budaya.
Isbandiyah yang telah puluhan tahun menjadi guru sekolah menengah atas (SMA) dan beberapa kali menjabat sebagai kepala sekolah di sejumlah SMA itu mengakui dalam menghadapi anak-anak usia SMP berbeda dengan anak-anak usia SMA, sehingga dia pun harus belajar mengenai hal-hal baru.
Kendati demikian, semua itu dia jalani bersama 12 guru SRMP 13 dengan penuh semangat karena mereka ingin membekali seluruh siswa tidak hanya dengan pengetahuan, juga keterampilan hidup dan semangat untuk menggapai cita-cita.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.