Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Hematologi Onkologi Prof. DR. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM mengatakan batu empedu menjadi salah satu faktor risiko dari terjadinya kanker empedu.
"Kalau ada batu empedu keluar melewati saluran empedu bikin lecet-lecet saluran empedu ini. Bikin peradangan," kata Ikhwan dalam temu media di Jakarta, Selasa.
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) itu menjelaskan batu empedu lebih sering ditemukan pada kasus kanker kandung empedu dibandingkan kanker saluran empedu.
Risiko yang dimiliki pasien akan meningkat seiring dengan ukuran batu empedu, sebab batu yang besar dan dikeluarkan lewat saluran empedu akan membuat saluran itu menjadi lecet hingga terjadi peradangan.
"Sekarang ini di kedokteran kalau orang ada batu di kantong empedu tidak selalu dilakukan pengangkatan kantong empedu. Kalau memang dia ada keluhan yang nyeri banget sampai guling-gulingan, itu biasanya karena saluran, batu empedunya melewati saluran jadi sakit banget, berdarah, luka, baru dia dioperasi," katanya.
Baca juga: Makanan penyebab batu empedu yang perlu dihindari
Ia melanjutkan batu empedu ditemukan pada 70 sampai 90 persen kasus kanker kandung empedu, namun insiden keseluruhan kanker kandung empedu pada pasien dengan batu empedu hanya sekitar 0,5 sampai dengan tiga persen.
"Mekanisme pasti bagaimana batu empedu dapat menyebabkan kanker kandung empedu masih belum diketahui, tetapi diduga kerusakan dan iritasi pada dinding kandung empedu yang terus menerus mungkin berperan," kata Ikhwan.
Faktor risiko lainnya yang disebut Ikhwan yaitu Hepatitis B dan Hepatitis C yang prevalensi infeksinya diketahui lebih tinggi pada negara berpendapatan rendah dan menengah terutama di Asia Tenggara, China, dan Korea.
Penderitanya berisiko tinggi terkena kanker hati maupun kanker empedu. Di Indonesia, Profesor Ilmu Epidemiologi UI itu berpendapat bahwa vaksin Hepatitis B sudah tersedia bagi masyarakat. Hanya saja vaksin untuk Hepatitis C belum ada.
Kemudian, infeksi cacing hati kronis juga dapat dikaitkan dengan terjadinya kanker empedu di wilayah Asia dan Eropa Timur, di mana infestasi cacing hati banyak ditemukan.
"Di Indonesia mungkin sudah tidak terlalu banyak, kalian pernah dengar orang cacingan sekarang? sudah jarang ya, kenapa? karena rumahnya sudah seperti gedung, tidak langsung ketemu tanah," katanya.
Ia juga menyebut diabetes melitus sebagai salah satu faktor risiko, sebab pria dan wanita dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 memiliki peningkatan risiko kanker kandung empedu.
Selain itu obesitas dan penyakit autoimun turut berperan menjadi penyebab seseorang terkena kanker empedu, katanya.
Baca juga: Nyeri bahu bisa jadi tanda adanya batu empedu
Baca juga: Cara alami untuk mengatasi penyakit batu empedu
Baca juga: Operasi batu kantong empedu bisa cegah komplikasi lebih berat
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.