Jakarta (ANTARA) - Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri mencatat terdapat 332 anak terlibat dalam kasus kerusuhan saat aksi unjuk rasa pada akhir Agustus 2025.
"Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri hingga tanggal 3 November 2025 mencatat terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan pada aksi unjuk rasa di 11 polda di seluruh Indonesia," kata Wakil Kepala Bareskrim Inspektur Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin pada acara diskusi kelompok terarah (FGD) bertajuk "Sinergi Antar-Lembaga untuk Terlindunginya Hak-hak Anak yang Berhadapan dengan Hukum" di Jakarta Pusat, Selasa.
Nunung merinci dari ratusan anak tersebut, Polda Jawa Timur menempati angka tertinggi dengan jumlah 144 anak, Polda Jawa Tengah 77 anak, Polda Jawa Barat 34 anak, Polda Metro Jaya 36 anak, serta sisanya tersebar di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sumatera Selatan.
Kemudian, dari total 332 anak tersebut, sejumlah 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan keadilan restoratif, 28 anak pada pelimpahan berkas tahap 1, dan 73 anak pelimpahan berkas tahap 2, serta 34 anak berkasnya sudah dinyatakan P-21.
Nunung mengungkapkan lebih 90 persen dari ratusan anak tersebut adalah pelajar, mulai dari SMP hingga SMA maupun SMK. Bahkan, ada yang masih mengikuti program kejar paket.
"Sebagian besar terseret bukan karena niat kriminal, tetapi karena ikut-ikutan, termobilisasi, atau tidak memahami konsekuensi hukum dari tindakannya," katanya.
Baca juga: Anak di bawah umur tersangka perusakan fasilitas umum diproses diversi
Mengingat adanya ratusan anak berhadapan hukum tersebut, Nunung berharap FGD yang digelar menjadi momentum untuk membangun peta jalan nasional dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dengan semangat melindungi tanpa melemahkan penegak hukum dan menegakkan hukum tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan.
Selain itu, FGD ini juga diharapkan membuat rencana aksi yang konkret dan dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia serta menentukan strategi pencegahan, melakukan edukasi, literasi digital, dan penguatan peran keluarga serta sekolah agar anak tidak mudah terprovokasi untuk terlibat dalam aksi-aksi berisiko hukum.
"Semoga FGD ini menghasilkan rekomendasi strategis yang aplikatif dan menjadi pijakan kuat bagi kita semua untuk memperkokoh sistem perlindungan anak di Indonesia," katanya.
Nunung juga memastikan bahwa Polri melalui Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO terus memperkuat kapasitas penyidik, membangun ruang ramah anak di seluruh wilayah, serta memperkuat kerjasama dengan kementerian/lembaga terkait untuk pendampingan anak.
Baca juga: Penanganan anak terlibat demo diminta kedepankan kepentingan anak
Baca juga: KPAI: Aparat perlakukan anak terlibat unjuk rasa anarkistis sesuai UU
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Didik Kusbiantoro
								Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































